Review Bob Marley: One Love: Film Biopik yang Atraktif
Siapa yak tak kenal Bob Marley? Figur yang lahir pada 6 Februari 1945 di Nine Mile, Jamaika dengan nama asli Robert Nesta Marley ini adalah seorang penyanyi, musisi, dan penulis lagu Jamaika. Ia menjadi pelopor reggae yang karier bermusiknya memadukan reggae, ska, rocksteady, serta khasnya gaya vokal dan penulisan lagu.
Kontribusi Bob Marley terhadap dunia musik berhasil meningkatkan visibilitas musik Jamaika ke seluruh dunia sehingga membuatnya menjadi figur global dalam budaya populer hingga sekarang. Dan kini, sosok ikonik tersebut coba diangkat ke layar lebar oleh sutradara Reinaldo Marcus Green ke dalam sebuah film berjudul Bob Marley: One Love.
Bob Marley: One Love tentu saja akan menceritakan kisah perjuangan Marley kala hidup di tengah konflik, dan akan menyorot proses berkaryanya hingga sosoknya menjadi ikon lagu reggae dan perdamaian dunia. Kala itu, di tengah konflik politik Jamaika pada tahun 1976 yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari penduduk negara kepulauan itu, Bob Marley (Kingsley Ben-Adir) mengumumkan bahwa dirinya akan tampil di sebuah konser yang mempromosikan perdamaian di antara faksi-faksi yang bertikai.
Saat mempersiapkan konser, Marley dan istrinya, Rita (Lashana Lynch), serta beberapa anggota bandnya ditembak oleh para penyerang. Meski terluka, Marley tetap melanjutkan konsernya. Kejadian penyerangan tak terduga itu membuat Marley bersedih. Kegalauan pun muncul dalam hatinya, ia lalu meminta Rita untuk membawa anak-anak mereka ke Amerika Serikat, sedangkan dia dan anggota bandnya yang lain pergi ke London.
Tak banyak memang biopik musikus legendaris yang bagus. Sebut saja Straight Outta Compton, Walk the Line, Rocketman, Bohemian Rhapsody, hingga Elvis. Satu hal yang menarik di sini ialah sang sineas, Reinaldo Marcus-Green. Sebelumnya, ia mengarahkan sebuah film biopik lainnya berjudul King Richard. Gaya pendekatan estetiknya yang khas memang dianggap akan mampu membawa film Bob Marley: One Love ini bukan hanya sekadar film biopik biasa.
Ya, begitu penulis tahu bahwa Reinaldo yang akan menggarap film ini, tak ada satu hal pun yak penulis takutkan, karena gaya penuturan narasinya memang lebih menonjol ketimbang gaya estetikanya. Layaknya Walk the Line ataupun Bohemian Rhapsody, One Love memang banyak mengedepankan sisi drama dan emosi.
Dengan kemasan yang sedemikian atraktif, kita akan banyak terkoneksi secara emosional sehingga kita akan benar-benar merasa dekat dengan sosok-sosok di dalam frame. Walaupun film ini cukup bertempo cepat, namun problem demi problem tetap bisa kita cerna secara utuh.
Film ini juga seolah dibuat bagi orang-orang yang belum mengetahui atau belum pernah membaca biografi Bob Marley. Tak semua hal dimasukkan ke dalam film tentunya, tapi lewat musik yang menjadi tema dan konsepnya, kita dijamin akan tetap bisa menikmati perjalanan karier Bob Marley secara utuh.
Pada akhirnya, Bob Marley: One Love ingin membuktikan bahwa sebuah film biopik musikal juga mampu menyajikan pengalaman menonton dengan suasana yang intens. Film ini bahkan boleh dibilang bisa menjadi media yang tepat untuk mengenalkan sang legenda musik dunia yang mungkin sudah tidak familiar bagi sebagian besar generasi muda saat ini.