Review Killers of the Flower Moon: Memuaskan dan Membahagiakan
Selama ini, Martin Scorsese dikenal sebagai sutradara kawakan yang sangat berpengaruh di dunia perfilman. Mulanya, sosok keturunan Italia yang kini sudah berusia 80 tahun tersebut bercita-cita menjadi seorang pastor. Namun, akhirnya, ia memilih untuk memasuki sekolah film di New York University dan lulus pada tahun 1966.
Berbeda dari sutradara-sutradara ternama Hollywood lainnya, yang biasanya mementingkan sisi komersial, Martin Scorsese lebih banyak menggarap proyek film yang berhubungan dengan passion-nya. Yang, sepertinya, tidak mungkin menghasilkan uang banyak. Namun, film-film karya pria yang sudah menikah lima kali tersebut kerap mendapat sambutan positif dari insan perfilman.
Bila kita mengamati film-film garapan Martin Scorsese, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, memang akan terlihat ciri khasnya yang selalu menyampaikan pesan tersembunyi untuk direnungkan oleh penonton setianya. Seperti yang kembali ditunjukkannya dalam film Killers of the Flower Moon.
Film Killers of the Flower Moon berkisah tentang orang-orang Osage, suku Indian yang tinggal di wilayah yang jauh dan mengerikan karena terasingkan oleh orang-orang kulit putih di tanah mereka sendiri. Hingga mereka menemukan sebuah wilayah di Oklohama yang ternyata memiliki kekayaan minyak melimpah dan menetap di sana.
Tersebutlah Ernest Burkhart (Leonardo DiCaprio) dan William Hale (Robert De Niro), pasangan keponakan dan paman ini ingin mendapatkan kekayaan dari orang-orang Osage tersebut. Keduanya bahkan rela melakukan apa saja demi mendapatkan kekayaan minyak tadi, hingga Ernest berkenalan dan merayu Mollie (Lily Gladstone), putri pewaris kekayaan minyak Osage hingga akhirnya keduanya pun menikah.
Singkat cerita, serangkaian pembunuhan misterius menimpa suku Indian Osage. Dimulai dari ditemukannya mayat seorang perempuan kaya Osage di hutan. Pembunuhan tersebut rupanya menjadi awal dari tragedi berdarah bagi suku Osange. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1925, sebanyak 60 orang kaya dari suku Osage telah terbunuh. Lantas, Bagaimanakah upaya FBI mengungkap pembantaian tersebut? Benarkah William dan Ernest menjadi dalang pembunuhan tersebut?
Film dengan tema rasisme memang tidak akan pernah mati. Karena tujuan utama dari sang pembuatnya hanyalah ingin mencoba membawa penontonnya untuk mengamati isu yang pada dasarnya sama, tentang kemanusiaan dalam petualangan penuh siksaan dan tekanan. Namun apa yang menjadikan Killers of the Flower Moon terasa lebih menarik adalah ia memilih untuk mengolah isu tadi dengan cara yang jauh lebih serius, yang kemudian membuat film ini sangat sulit untuk diberikan label sebagai sebuah kisah yang menyenangkan.
Ini jelas menarik, bagaimana isu yang sebenarnya sudah terlalu umum tersebut berhasil ditulis ulang oleh Martin Scorsese dalam struktur yang tidak hanya halus, namun juga berani. Scorsese tidak ingin membuat penontonnya lepas dari cengkraman tekanan yang dimiliki oleh narasinya, karena ini seperti masuk ke dalam sebuah ruangan gelap dan kemudian terus ditekan dalam permainan psikologis penuh rasa takut yang tidak hanya membuat sakit mata penontonnya, namun terus berjalan hingga mencapai pikiran dan perasaan para penontonnya.
Martin Scorsese kembali melakukan apa yang ia berikan pada karya-karyanya yang terdahulu, berupaya menjadikan penonton semakin tenggelam dalam konflik utamanya. Dengan penuh rasa percaya diri, Scorsese sukses membentuk hal-hal mengerikan dengan cara sengaja melepas mereka untuk berjalan lambat dan sedikit berlama-lama agar masalah yang ia hadirkan secara perlahan mencuri rasa bahagia penonton dan menggantinya dengan situasi yang jauh lebih gelap.
Hal tersebut memang sedikit terkesan dipaksa, namun anehnya tidak berubah menjadi sesuatu yang menjengkelkan karena ia dibentuk dengan cara yang cerdas. Ditemani scoring karya Robert Robertson yang menghantui, Scorsese tahu caranya bermain dengan dinamika serta memanfaatkan momentum cerita secara bertahap agar membuat sobat nonton terperangkap dalam kisah penuh kebrutalan ini.
Yap, Killers of the Flower Moon seperti layaknya proses dari sebuah studi psikologis. Terus bergerak stabil dengan irama yang terkendali, ia sangat menuntut sobat nonton untuk setidaknya bersedia menaruh sedikit investasi emosi mereka bersama para karakternya, seolah ikut merasakan apa yang para karakternya rasakan, bukan hanya sekadar mengamati.
Karena di sini, Scorsese juga tidak menggunakan teknik bercerita yang menjelaskan dan mengurai secara mendetail, bukan sekadar menghadirkan pertanyaan dengan dua opsi benar atau salah, melainkan bagaimana penontonnya menilai aib sosial ini jika hal tersebut terjadi pada mereka, dari rasa putus asa, perjuangan mempertahankan harga diri, rasa takut melakukan tindakan benar karena berada dalam sisi minor, hingga kombinasi rasa takut dan nafsu yang dapat memberi dampak kehancuran emosi.
Cukup riskan rasanya untuk mengurai film ini terlalu jauh, karena pada dasarnya konflik yang dihadirkan sangatlah sempit. Perputaran cerita bahkan hanya berisikan kekejaman demi kekejaman yang saling menyambung, dibentuk dengan teliti, intens, dan sangat stabil. Sedikit kehabisan kata-kata memang untuk menggambarkan film ini, ketika ia hadir di layar ia mampu membuat kita semua terdiam selama 3,5 jam durasinya, dan ketika filmnya berakhir, kekacauan menawan yang ditampilkan oleh seorang Martin Scorsese itu masih terus menghantui.
After effect yang diberikan oleh film ini memang sangat kuat, sama kuatnya dengan totalitas Scorsese dalam membangun kisah ini. Ia seperti ingin menunjukkan penderitaan dengan cara tunggal, benar-benar membuat karakter merasa menderita. Itulah mengapa ketika penontonnya telah menaruh simpati pada karakter, ending yang dihadirkan justru terasa seperti sebuah grand prize yang membahagiakan para penontonnya.
Overall, Killers of the Flower Moon adalah film yang sangat memuaskan. Scorsese berhasil menghadirkan proses berisikan pengamatan yang sangat mudah untuk dicintai, punya divisi akting yang amat kuat serta tatanan produksi yang memikat, didukung pula oleh eksekusi yang powerfull dan kokoh pada pesan utamanya. Mudah untuk mengatakan bahwa Killers of Flower Moon pasti akan menjadi salah satu bagian terkuat pada ajang Oscar mendatang.