Review GJLS: Ibuku Ibu-Ibu: Pesta Tawa!!!
Menurut penulis, cara terbaik untuk menilai sebuah film bergenre komedi adalah dengan melihat tujuan akhirnya, yakni menghadirkan tawa penonton. Dan film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu berhasil mendapatkannya, tanpa memedulikan bagaimana caranya.
Film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu mengisahkan tiga bersaudara Rigen (Rigen Rakelna), Hifdzi (Hifdzi Khoir), dan Rispo (Ananta Rispo) yang memiliki permasalahan hidup masing-masing yang cukup rumit. Meski sudah beranjak dewasa, ketiganya masih bergantung pada ayahnya, Tyo (Bucek Depp) yang merupakan pemilik kost-kostan.
Setelah sang istri meninggal, Tyo merasa sangat kehilangan. Hubungan di keluarganya pun menjadi tak stabil, terlebih ketiga anaknya memiliki masalah dalam hidupnya masing-masing yang rumit dan membuat pusing kepala.
Rigen yang berprofesi sebagai pawang hujan terseret masalah terkait hilangnya mobil milik bos event organizer di tempat ia bekerja. Hifdzi juga harus bersusah payah mencari uang sebagai MC dangdut untuk bisa menikah dengan pacarnya yang hamil. Kemudian, ada Rispo yang kecanduan judi online sehingga harus utang sana-sini dan terjerat pinjol.
Di tengah kekacauan yang terjadi, ketiganya dikejutkan dengan keputusan sang ayah, Tyo, yang berencana menikahi Feni (Nadya Arina), seorang gadis muda yang berprofesi sebagai SPG dan tinggal di kost-kostan Tyo. Lebih mengejutkan lagi, Tyo mengatakan akan mewariskan bisnis kost-kostannya ini pada Feni.
Tak terima karena warisan akan diberikan pada orang lain, mereka pun mencari jalan agar pernikahan Tyo dan Feni gagal. Namun, masalah ternyata tak berhenti sampai di situ. Muncul sosok Sumi (Luna Maya) yang merupakan teman lama Tyo. Awalnya, tidak ada kecurigaan saat ia tiba-tiba muncul, namun ternyata ia memiliki niat jahat dengan diam-diam mencuri sertifikat rumah kost-kostan milik Tyo.
Rigen, Hifdzi, dan Rispo pun membuat strategi baru agar bisa menyelamatkan harta keluarga satu-satunya tersebut. Lantas, akankah misi mereka bertiga berhasil untuk menyelamatkan kost-kostan milik keluarga mereka?
Pada dasarnya, GJLS: Ibuku Ibu-Ibu adalah sebuah pesta tawa. Film ini benar-benar memfasilitasi trio GJLS (Rigen, Hifdzi, dan Rispo) dalam mengeksploitasi cara berkomedi, bahkan sampai pada titik melampaui kaidah perfilman pada umumnya.
Adapun yang menjaga kelayakannya sebagai sebuah film layar lebar adalah benang merah cerita yang dirajut oleh ansambel pemeran utama di luar trio GJLS. Bukan drama keluarga yang paling emosional, tetapi dapat hadir bersamaan dengan scene komedi eksperimentalnya saja sudah cukup baik.
Selain itu, pesan yang disampaikan melalui latar belakang para karakter utama sangat relate dengan permasalahan kehidupan masyarakat menengah ke bawah masa kini. Hal ini turut membantu menjembatani aspek cerita dan komedi dalam film. Ya, GJLS: Ibuku Ibu-Ibu merupakan pengejewantahan murni dari komedi itu sendiri.
GJLS: Ibuku Ibu-Ibu juga berhasil mematahkan kekhawatiran banyak orang soal kemungkinan humor yang keluar akan sangat subjektif dan segmented. Humor dalam film ini justru dapat dinikmati secara lebih universal karena disajikan melalui teknik komedi sederhana yang secara historis menggaransi tawa, yaitu slapstick dan pematahan asumsi.
Dan jika di tahun lalu ada film Agak Laen yang berhasil menghidupkan suasana dengan penuh gelak tawa, maka di tahun ini moment tersebut kembali dihidupkan oleh film karya Monty Tiwa ini. Akan tetapi, perlu penulis ingatkan bahwa film ini memiliki batasan usia yakni untuk 17 tahun ke atas, maka diimbau untuk tidak membawa anak di bawah umur karena beberapa humor mengandung unsur yang cukup vulgar.