Review Mission: Impossible - Dead Reckoning Part One: Sajikan Action Bombastis yang Menegangkan
Sebuah film aksi, agar menghadirkan ketegangan dan decak kagum bagi para penonton, haruslah sama seperti pistol yang ditembakkan oleh sang jagoan. Semakin banyak amunisi, semakin besar kemungkinan mengenai sasaran. Tapi bukan berarti bisa dilakukan asal membabi buta. Beragam strategi pun mesti dicoba.
Layaknya pistol tadi, Mission: Impossible - Dead Reckoning Part One, yang masih digawangi oleh Christopher McQuarrie sebagai sutradara sekaligus penulis naskah inipun membawa bekal banyak amunisi berbentuk deretan set piece aksi, yang masing-masing bak dibuat dengan tujuan mengungguli seri-seri sebelumnya.
Dalam Mission: Impossible - Dead Reckoning Part One ini, Ethan Hunt (Tom Cruise) dan tim IMF-nya kembali harus menyelamatkan dunia, namun kali ini bukan dari ancaman manusia, akan tetapi dari entitas AI atau kecerdasan buatan super canggih yang sulit dikalahkan dan juga rumit untuk dijelaskan.
Ethan Hunt juga akan kedatangan Grace (Hayley Atwell), seorang pencuri misterius yang akan menjalankan misi bersama dengannya, tetapi diam-diam juga memiliki rencana tersembunyi. Lantas, berhasilkah Hunt dan timnya menyelamatkan umat manusia dari ambang kepunahan?
Ya, kekuatan Mission: Impossible - Dead Reckoning Part One dan seri Mission: Impossible setidaknya sejak Ghost Protocol (2011), adalah keaslian. Minim layar hijau pembentuk latar palsu, tidak adanya pemakaian quick cut berlebihan, dan dengan sungguh-sungguh melakukan aksinya, Tom Cruise bisa menampilkan ekspresi takut, cemas, dan terkejut dengan sangat nyata.
Sementara McQuarrie dan sinematografer Fraser Taggart pun terfasilitasi untuk menaruh kamera di mana pun mereka mau tanpa perlu repot memutar otak supaya penonton tak melihat wajah pemeran pengganti. Kamera ditempatkan di benda yang terlibat langsung di dalam sekuen-sekuen aksinya, seperti di pintu mobil atau stang motor, yang tentunya akan menghasilkan sensasi gerakan intens. Sebab penonton dibuat seolah-olah berada di tengah-tengah peristiwa tersebut.
Terkadang wide angle hanya digunakan sebagai establishing shot guna menunjukkan bahwa lokasi berlangsungnya aksi adalah nyata, bukan kreasi komputer. Kita tahu di tiap aksi-aksi maut tersebut, Ethan Hunt beserta timnya akan berakhir unggul, tetapi McQuarrie mampu memunculkan kesan, walau hanya sepersekian detik, kalau kali ini mereka takkan mudah untuk keluar hidup-hidup.
Plot ceritanya memang urung menawarkan gebrakan baru, namun bukan berarti penulisan McQuarrie terlihat malas. Beberapa eksposisi dialog memang terdengar berbelit, tapi masih memungkinkan untuk diikuti. Dan pastinya, sebagai film soal agen rahasia, yang mana bekerja juga mengandalkan otak alih-alih hanya otot, berbagai kejutan yang mayoritas berasal dari trik-trik cerdik protagonis kita pun tersebar, menjadi tikungan demi tikungan yang menjaga film ini semakin bernyawa.
Pameran teknologi dalam film ini bisa dibilang tidak sevariatif seri-seri sebelumnya, karena mungkin hal tersebut sengaja disimpan untuk film keduanya kelak. Namun McQuarrie, yang paham akan bahaya repetisi, muncul dengan ide pintar sarat kejutan agar strategi itu tetap segar.
Satu elemen penting yang dimiliki oleh sosok Ethan Hunt adalah karakter pendukung menarik yang aktif terlibat dalam misi. Interaksi Hunt dan timnya menarik, bukan sebatas selipan penyegar, melainkan pondasi penting waralaba ini. Kesan jika mereka telah memahami satu sama lain setelah melalui serangkaian misi berbahaya amat terasa. Ilsa (Rebecca Ferguson) masihlah tangguh, Benji (Simon Pegg) tetap ahlinya memancing tawa, dan Luther (Ving Rhames), secara mengejutkan memberi salah satu momen berperasaan yang juga membawa kita sejenak mendekati ruang personal Ethan Hunt.
Satu hal yang mungkin menjadi kelemahan di film ini ialah sosok sang antagonis. Esai Morales sebagai Gabriel sayangnya masih terasa kurang dimaksimalkan. Penokohannya sebagai seorang penjahat yang tak kenal ampun entah kenapa tidak begitu terasa di layar. Sejatinya ini bisa dimengerti, sebab seramai atau sejago apa pun jajaran pemainnya, Mission: Impossible merupakan “Filmnya Tom Cruise”. Wajar bila sang aktor, yang turut merangkap produser ini, enggan bila karakternya tersaingi, apalagi setelah melewati serangkaian aksi gila yang berani dilakukannya sendiri.
Pada akhirnya, Mission: Impossible - Dead Reckoning Part One lagi-lagi menjadi pembuktian bahwa waralaba ini sukses menyelesaikan "impossible mission" mereka sendiri, yakni tetap menyuguhkan sajian menghibur meski telah mencapai angsuran yang ketujuh. Dengan set piece yang bombastis, ditambah pengarahan taktis nan efektif dari sang sutradara, maka terciptalah tontonan espionage menegangkan dengan intensitas yang selalu terjaga dari awal hingga akhir.