Loading your location

Review Jangan Panggil Mama Kafir: Angkat Tema yang Cukup Berani, Tapi...

By Ekowi17 Oktober 2025

Ada banyak tema cerita yang bisa diangkat ke dalam sebuah film. Salah satunya adalah tentang perbedaan agama antara pasangan karakter utamanya. Film tentang cinta beda agama ini memang selalu memiliki tempat di hati para pencinta film.

Jangan Panggil Mama Kafir adalah salah satu contoh film yang mengangkat tema tadi. Disutradarai oleh Dyan Sunu Prastowo, film ini akan berkisah tentang Fafat (Giorgino Abraham), putra seorang ustazah bernama Umi Habibah (Elma Theana), yang jatuh cinta pada perempuan non muslim bernama Maria (Michelle Ziudith). Meski hubungan mereka ditentang keras oleh keluarga Fafat, cinta keduanya tetap tak surut.

Mereka akhirnya menikah dan dikaruniai seorang putri bernama Laila (Humaira Jahra). Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Fafat meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis, dan meninggalkan pesan terakhir kepada Maria agar membesarkan Laila sesuai ajaran Islam. Dari sinilah perjuangan Maria dimulai. Seorang ibu yang berusaha menepati janji suaminya, membesarkan anaknya dengan penuh kasih, sambil belajar memahami dan menghormati ajaran yang bukan keyakinannya sendiri.

Well, bukan berarti tak ada film luar yang mengambil tema seperti ini juga. Namun, beberapa bandingan perbedaannya, di saat sinema luar berani memenangkan cinta ketimbang kepercayaan, film kita rupanya masih memilih konklusi yang lebih aman atas segala kontroversi yang bisa saja terjadi. Untungnya, film ini adalah satu dari sedikit film yang melangkah ke tema yang sama tapi dengan sedikit keberanian lebih.

Di tengah template klise film-film sejenis, Dyan Sunu Prastowo tampak mencoba menampilkan dua karakter utama yang kuat di balik latar perbedaan kepercayaan itu dengan usaha-usaha mendobrak batasan tabu dalam pengadeganannya demi penyampaian pesan pluralisme yang kerap muncul di film-film sejenis.

Sayangnya, sang sutradara menarik problematikanya terlalu luas bagi bangunan konfliknya, hingga kontinuitasnya menjadi sedikit berantakan melewati bagian-bagian awal yang sudah berjalan baik tadi. Terlalu padatnya karakter yang muncul, baik untuk menggambarkan latar keluarga hingga orang-orang di sekitar mereka, yang sebenarnya tak begitu diperlukan, juga semakin membuat storytelling film ini menjadi semakin terbata-bata.

Tapi tenang, Jangan Panggil Mama Kafir tetap masih memiliki sedikit sisi lebih. Di saat semua film lokal mencoba menonjolkan sinematografi panoramik demi menutupi kekurangan guliran ceritanya, film ini justru mencoba tampil apa adanya seperti tuntutan cerita. Meskipun bagi sebagian orang akan menuduhnya menjadi lebih mirip sinetron ketimbang produk layar lebar.

Dan paling tidak, di luar sebagian yang tak setuju dan selalu menganggap tema yang diangkat film ini kontroversial, namun tetap ada pesan pluralisme yang baik yang tertuang di sini. Walaupun, lagi-lagi, film ini mesti terbentur ke kualitas keseluruhannya yang akan dipenuhi dengan kata-kata “sayang sekali”.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Sukma
Gabby's Dollhouse: The Movie
JANJI SENJA
Sore: Istri dari Masa Depan

COMING SOON

Modual Nekad
Return to Silent Hill
Garuda Di Dadaku
Now You See Me: Now You Don't