Review Pelet Tali Pocong: Ketika Cinta Ditolak, Ilmu Hitam Bertindak
Mengapa industri perfilman Indonesia memiliki obsesi yang berlebihan terhadap makhluk bernama pocong? Entah sudah berapa ratus judul film tentang pocong yang telah dibuat di negeri ini. Baik itu yang digarap dengan serius, biasa-biasa saja hingga semrawut tidak karuan. Bagi pelaku perfilman di Indonesia, pocong merupakan komoditas panas yang sangat dipuja karena mampu mempertebal isi dompet. Seperti yang dilakukan oleh sutradara Dedy Mercy lewat film barunya yang berjudul Pelet Tali Pocong.
Pelet Tali Pocong berkisah tentang seorang laki-laki bernama Adam (Emil Kusumo) yang mengutarakan cintanya pada perempuan idamannya. Ya, Adam sudah lama terpikat dengan pesona anggun dan menawan Susan (Kiera Sabhira). Tak hanya dikenal sebagai perempuan yang anggun nan menawan, Susan juga merupakan seorang janda yang kaya raya.
Ia memiliki pabrik teh tempat Adam bekerja.
Sayangnya, cinta Adam pada Susan bertepuk sebelah tangan. Cinta Adam ditolak oleh Susan. Bahkan, Susan juga menghina dan memperlakukan Adam dengan buruk. Rasa sakit hati ini akhirnya membuat Adam nekat melakukan ritual kuno. Ritual ini merupakan peninggalan ayah Adam yang telah lama meninggal.
Rupanya, ritual tersebut mengharuskan Adam untuk menggali kuburan dengan mulut menggigit sendok selama berhari-hari. Setelah melakukan ritual tersebut, Susan akhirnya tergila-gila pada Adam. Alhasil, semua harta yang dimiliki Susan berhasil dikuasai Adam. Di sisi lain, warga sekitar pun merasakan adanya teror pocong yang mengerikan. Apakah hal tersebut bersumber dari ritual yang dijalankan oleh Adam?
Kita semua pasti sadar bahwa Pelet Tali Pocong bukanlah film horor yang digarap serius layaknya Pengabdi Setan, karenanya kita tak perlu berharap banyak. Kadang menonton film horor yang sederhana namun tak masuk di logika seperti ini bisa menjadi guilty pleasure tersendiri.
Dimulai dengan motif Adam. Di awal, Adam tampil meyakinkan bahwa dia nekad memakai ilmu hitam akibat sakit hati cintanya ditolak. Namun belakangan, tujuannya menjadi tak fokus, apakah mengejar cinta, harta atau hanya sekadar bersenang-senang.
Unsur menakutkan atau mengagetkan dalam Pelet Tali Pocong juga tidak terlalu banyak. Malah, pocong hitam yang di trailer membuat penulis penasaran, justru hanya mendapatkan jatah screentime yang sedikit. Namun, penulis bersyukur kuantitas jumpscare-nya dibatasi. Sebab saat muncul, kualitasnya pun sangat apa adanya.
Film ini rasa-rasanya memang menyasar penonton dari kalangan menengah ke bawah dan para pemirsa televisi. Banyak adegan yang diulang hingga beberapa kali demi efek dramatis hingga twist yang jelas merujuk pada kitab suci sinetron tanah air. Itulah sebabnya penulis menikmati beberapa momen tatkala adegan dramatik berubah menjadi komedi pemicu tawa karena penulisan dialog maupun akting buruk jajaran pemainnya.
Pada akhirnya, seperti yang sudah penulis singgung di atas tadi. Nikmatilah film ini sebagai film bertipe “so-bad-its-good”. Karena jika tidak, niscaya Pelet Tali Pocong malah akan menggoyang otak serta mengguncang jiwa dan raga sobat nonton.