Review Paddington in Peru: Seru, Konyol, dan Hangat
Di Indonesia, popularitas beruang menggemaskan dari pedalaman Peru bernama Paddington ini boleh jadi kurang bergema dibandingkan rekan-rekan sejawatnya semacam Winnie the Pooh, Yogi, atau Barney. Tidak banyak yang betul-betul mengenalnya, meski Paddington tergolong salah satu karakter fiksi paling digemari di berbagai belahan dunia lain sejak kemunculan pertamanya di buku literatur anak asal Inggris kreasi Michael Bond pada tahun 1958.
Semenjak itu, sosok beruang penggemar selai jeruk ini telah menghiasi puluhan edisi buku yang diterjemahkan ke dalam 30 bahasa, beberapa judul serial animasi khusus televisi, hingga mendapat kesempatan untuk beraksi di layar lebar lewat proyek ambisius berbujet mahal milik Studio Canal yang dirilis pada tahun 2014 silam.
Kini, sambutlah film Paddington in Peru, yang merupakan film ketiga dari waralaba Paddington, setelah film keduanya yang berjudul Paddington 2 dirilis pada tahun 2017. Paddington in Peru akan melanjutkan kisah dalam film sebelumnya, di mana kini Paddington memutuskan untuk pergi ke Peru untuk menengok bibinya yang bernama Lucy (Imelda Staunton). Anehnya, setibanya di Peru, Paddington justru tidak menemukan Bibi Lucy. Ya, Bibi Lucy ternyata telah menghilang secara misterius.
Paddington bersama keluarga Brown lantas berusaha mencari Bibi Lucy, hingga menemukan petunjuk bahwa dia mungkin berada di hutan Amazon. Beramai-ramai, mereka lalu menyewa sebuah perahu untuk menyusuri sungai. Dalam petualangan mencari bibinya, Paddington menemukan kota kuno yang telah lama hilang bernama El Dorado atau Kota Emas.
Ternyata, ada hal tersembunyi yang membuat Bibi Lucy menghilang dan ingin Paddington mencarinya di hutan Peru. Hal tersembunyi apakah itu?
Sebenarnya, sama seperti dua film sebelumnya, Paddington in Peru masih dibangun di atas fondasi bercerita yang tidak terlampau istimewa dan hanya sedikit menawarkan pembaharuan. Kisah mengenai pencarian satu tokoh untuk menemukan kehangatan kasih keluarga telah berulang kali menjadi pokok utama kupasan di film-film keluarga.
Akan tetapi, seperti yang pernah dikatakan oleh seorang bijak, “barang usang sekalipun bisa bersinar apabila digosok secara cermat.” Dan itulah yang berhasil dilakukan oleh sutradara Dougal Wilson kepada Paddington in Peru. Ia berhasil menunjukkan bahwasanya film dengan tuturan daur ulang sekalipun masih sanggup dipresentasikan dengan tampilan mengesankan karena kuncinya, bagaimanapun, terletak pada eksekusi.
Paddington in Peru mampu memberi sobat nonton nuansa kental film keluarga yang menyatukan antara kekonyolan, keseruan, dan kehangatan dalam petualangan penuh kesenangan nyaris tanpa akhir. Ya, sulit menampik pesona yang dipancarkan oleh karakter Paddington, terlebih tim efek khusus mampu mewujudkan sang protagonis dalam wujud sesosok beruang menggemaskan, adorable, dan charming yang diberikan jiwa secara sempurna oleh suara dari aktor Ben Whishaw.
Secara keseluruhan, Paddington in Peru adalah obat rindu bagi siapapun yang mendambakan menonton film beramai-ramai bersama keluarga tercinta seraya menyaksikan holiday movie di bioskop. Ada banyak kesenangan berbalut canda tawa di sini semenjak pemandangan indah hutan Peru terhampar. Seluruh keindahan visualisasi tadi lantas disusupi oleh hati yang memberikan rasa hangat dan feel-good seusai menontonnya.