Loading your location

Review Elvis: Sajikan Kualitas Visual dan Musik yang Megah

By Ekowi17 Juni 2022

Baz Luhrmann, sineas asal Australia yang berhasil melakukan modernisasi terhadap kisah Romeo & Juliet pada tahun 1996 silam, juga sineas yang melakukan gebrakannya dengan membuat film musikal yang bisa dianggap sebagai tonggak kebangkita film musikal di ranah perfilman Hollywood lewat Moulin Rouge! lima tahun setelahnya.

Tercatat setelah Moulin Rouge!, banyak lahir film-film musikal yang mendapat pengakuan secara kualitas dan kesuksesan komersial seperti Chicago dan Dreamgirls. Baz Luhrmann dengan segala imajinasi liarnya berhasil membangkitkan kembali genre ini dan serta merta membuat film-film bergenre musikal banyak yang menjadi kontender di ajang Oscar setelahnya.

Kini, Baz kembali menelurkan karya spektakuler lainnya yang bertajuk Elvis. Ya, dari judulnya saja kita semua pasti sudah bisa menebak tentang apakah film ini. Film Elvis ini sendiri akan mengeksplorasi kehidupan dari Elvis Aaron Presley, serta hubungannya yang amat rumit dan berliku dengan manajernya yang penuh teka-teki yang bernama Tom Parker (atau yang biasa dipanggil Kolonel Tom). Benarkah Tom Parker merupakan dalang utama dari kematian sang Raja Rock N’ Roll tersebut?

Layaknya film-film Baz Luhrmann yang terdahulu, Elvis juga begitu unggul jika berbicara mengenai masalah visual. Ada begitu banyak sajian eyegasm yang dihadirkan di sini. Panggung yang meriah, sajian penuh warna-warni yang mencolok hingga musik menghentak semakin membuat kemeriahan film ini begitu terasa dan sebagai penonton, penulis begitu menikmati “ajakan pesta” dari Baz Luhrmann kali ini.

Dalam menghadirkan momen-momen di atas, insting seorang Baz Luhrmann jelas tidak perlu diragukan lagi. Semuanya terpampang dengan indah, penuh warna dan tentunya terkoreografi dengan sempurna. Bukan tarian terkonsep memang, namun lebih ke arah tarian liar khas Elvis Presley yang muncul di sini, namun semuanya tetap terkoreografi dengan apik.

Bisa dibilang, aspek visual dari Elvis yang dibalut editing cepatnya itulah yang membuat penulis terus betah menonton film berdurasi sekitar 2,5 jam ini. Namun, tak ada film yang sempurna. Baz Luhrmann memang membawa ciri positifnya dalam hal visual ke dalam film ini, namun ciri negatifnya yang berkaitan dengan storytelling juga begitu terasa.

Bagi penulis, Elvis yang langsung masuk menjadi salah satu karya terbaik Luhrmann ini bukanlah film dengan penceritaan mumpuni. Hanya saja gabungan visual serta musik yang megah dan didukung akting luar biasa dari duo Austin Butler dan Tom Hanks lah yang membuat film ini menjadi spesial.

Tapi sudahlah, kita tidak perlu panjang lebar membahas mengenai kecacatan penceritaannya. Mari lihat aspek-aspek lainnya yang begitu artistik seperti setting lokasi yang dipakai, pengemasan adegan yang terasa begitu megah dan diisi dengan imajinasi liar sang sutradara, juga pemakaian make-up dan kostum yang tidak kalah hebatnya.

Lihatlah adegan-adegan konser akbar Elvis Presley di International Hotel Las Vegas. Atau saat Elvis pertama kalinya melakukan konser di depan publik. Baz seperti memanggil ruh Elvis Presley dan menaruhnya ke dalam tubuh sang aktor, Austin Butler. Hanya satu kata yang mampu mewakili perasaan penulis saat menonton adegan-adegan tersebut: Magis.

Tentu saja aspek terpenting dalam film bergenre ini adalah lagu dan musiknya. Bersiaplah sobat nonton dihentakkan oleh tembang-tembang lawas Elvis Presley, seperti Suspicious Minds, Hound Dog, Summer Kisses, Power of My Love, Unchained Melody, hingga Can’t Help Falling in Love. Semuanya terdengar catchy dalam mengisi setiap adegan ceritanya.

Secara sederhana, Elvis dapat digambarkan sebagai sebuah presentasi yang dapat diharapkan datang dari seorang sutradara bernama Baz Luhrmann, yakni sebuah presentasi yang over-the-top akan penampilan audio serta visualnya. Sebuah presentasi yang mampu tampil begitu indah sekaligus getir untuk diikuti.

Film Elvis sekali lagi membuktikan bahwa Baz Luhrmann adalah seorang pencerita dalam bentuk visual yang sangat, sangat kuat. Luhrmann sepertinya diberkahi oleh sebuah kemampuan hebat untuk dapat memberikan sentuhan keindahan pada setiap adegan yang ingin ia hadirkan dalam presentasi cerita filmnya, baik itu dari sisi para pemerannya, deretan kostum yang dipakai oleh para karakter ceritanya hingga desain produksi dan tata sinematografi yang digunakan.

Pada akhirnya, Elvis sedikit banyak mampu tampil kuat dalam memancing sisi emosional setiap penonton dan akan bertengger lama di benak para penggemar berat Elvis Presley. Such an emotional journey! Film ini bakal tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai tanggal 24 Juni 2022 mendatang. 

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Heretic
My Hero Academia: You're Next
Bila Esok Ibu Tiada
Red One

COMING SOON

Mawang
Ozi: Voice of the Forest
KAMI (BUKAN) SARJANA KERTAS
The Friendship Game