Review 13 Exorcisms: Film Drama Reliji Berbumbu Horor
Jika sineas dalam negeri gemar mengeksploitasi pocong, kuntilanak, dan rekan-rekan sebangsanya dalam banyak film horor, maka sineas barat memiliki hobi bermain-main dengan hal berbau exorcism atau pengusiran setan. Sejak salah satu dedengkotnya, The Exorcist, yang sulit dilupakan itu, entah sudah berapa judul diproduksi menyangkut upacara usir mengusir setan ini. Ada yang berhasil memuaskan semacam The Exorcism of Emily Rose, namun lebih banyak yang berakhir memprihatinkan hingga keberadaannya menguap begitu saja.
Belum juga kapok meski jejak rekam film-film sejenis seringkali enggan mencatat keberhasilan, kini jaringan bioskop di Indonesia sedang melakukan cuci gudang. Tepat setelah parade film penggenggam penghargaan berakhir, satu persatu film yang telah mendarat di meja LSF sejak lama dan mengendap di gudang hingga diselimuti jamur pun dinaikkan. Yang teranyar adalah film horor bertajuk 13 Exorcisms. Walau film ini tak seusang film-film gudang lain tentunya.
Film 13 Exorcisms menceritakan tentang seorang gadis pemalu bernama Laura (María Romanillos). Laura dikenal sebagai gadis yang sangat tertutup, hingga ia kesulitan untuk berbaur dengan teman-temannya. Saat menghadiri acara Halloween, Laura dipaksa teman-temannya untuk mengikuti sebuah ritual pemanggilan Arwah.
Tak disangka, ternyata Laura berhasil memanggil arwah lewat ritual tersebut. Arwah tersebut merupakan seorang dokter kejam yang sudah membunuh anak dan istrinya dengan keji. Sejak mengikuti ritual itu, hidup Laura berubah drastis, hingga hari-harinya dipenuhi dengan berbagai hal misterius nan mengerikan. Laura kerap mendengar suara-suara aneh sampai tiba-tiba muncul berbagai luka di tubuhnya.
Orangtua Laura lantas membawa Laura ke rumah sakit untuk diperiksa secara medis. Namun, perilaku aneh dan kejadian misterius yang dialami Laura tak juga menemukan titik terang. Hingga suatu hari, mereka bertemu dengan seorang pastor di wilayah tempat tinggal mereka. Lalu, berhasilkah pastor itu menyelamatkan Laura dari gangguan roh jahat yang merasukinya?
Ketika dihadapkan pada sebuah film horor, apa yang sobat nonton harapkan? Tentunya beragam teror yang menggemparkan, jumlah korban yang berjatuhan, dan jalinan kisah yang kompleks. 13 Exorcisms seharusnya bisa menghadirkan itu semua. Tapi yang justru terjadi, film ini tak pernah benar-benar terasa menggigit.
Apabila sobat nonton adalah penggemar film horor sejati, maka sederetan teror dan pencipta efek kejut di sini terasa begitu kadaluarsa, mudah ditebak, dan tidak menakutkan. Memang masih ada satu dua yang terbilang berhasil, termasuk klimaksnya yang menghentak namun kelewat singkat, tapi itu sama sekali tidak cukup untuk menjadikan film ini mengesankan. Jeritan ketakutan pun gagal dipicu.
Ya, kadar keseraman yang dimiliki oleh film ini perlahan tapi pasti mulai kehabisan tenaganya seiring berjalannya film dan hanya sempat menanjak (itu pun sedikit saja) pada adegan pengusiran setan di penghujung film. Selebihnya, film berjalan nyaris tanpa greget dan teror demi teror yang ditampilkan telah berulang kali disaksikan di film sejenis sehingga tidak lagi memberikan efek seram yang mencukupi.
Bahkan cita rasa yang dipunyai oleh 13 Exorcisms lebih menyerupai film drama reliji berbumbu horor, ketimbang sebaliknya. Siapapun yang pengharapan utamanya saat menonton film ini adalah bakal memperoleh suguhan penciut nyali seketika akan terkhianati karena itu bukanlah pokok pembahasan film ini yang lebih condong mengulik pergolakan keimanan, dan pilihan dilematis dalam menentukan prioritas yang kesemuanya terkemas membosankan dengan sesekali menebar teror di sela-selanya, yang itupun lebih bersensasi “mengagetkan” ketimbang “menakutkan”.
Untungnya, Exorcisms masih memiliki María Romanillos yang menampilkan performa impresif sebagai Laura. Perasaan takut, gelisah, serta tidak nyaman tergurat meyakinkan melalui air muka dan gerak tubuhnya, seperti sebuah tiruan dari Sissy Spacek di film legendaris Carrie, in a good way. Melalui dia dan sinematografi yang tergarap cukup baik, atmosfir tak mengenakkan berhasil terbangun. Kombinasi dari keduanya inilah yang setidaknya mampu menyelamatkan film ini dari keterpurukan, meski secara keseluruhan masih berada di kelas medioker.