Loading your location

Review Blood: Horor Penuh Teror dan Darah

By Ekowi27 Februari 2023

Berapa banyak film bertema vampir yang pernah sobat nonton tonton? Walau menggunakan tema yang sama, tiap sutradara memiliki caranya sendiri untuk menyajikan sebuah kisah mengenai vampir dan kehidupannya. Buffy the Vampire Slayer, Van Helsing, Blade, Underworld, I Am Legend, dan Twilight Saga merupakan beberapa contoh film bertema vampir yang cukup sukses di pasaran. Mengusung konsep yang “sangat Hollywood”, film-film tersebut selalu berhasil bertengger di tangga box office.

Awal tahun ini, ada sebuah film vampir lain yang sayangnya tidak banyak dilirik orang karena pengemasannya yang berbeda dari film Hollywood pada umumnya. Film garapan Brad Anderson tersebut berjudul Blood. Menurut penulis, film ini sedikit banyak akan mengingatkan kita kepada film vampir Swedia yang berjudul Let the Right One In, dan film remake Hollywood-nya, yakni Let Me In.

Blood berkisah tentang seorang anak laki-laki bernama Owen (Finlay Wojtak-Hissong) yang baru saja menghadapi perceraian kedua orang tuanya. Ia dan saudarinya yang bernama Tyler (Skylar Morgan Jones) memilih untuk ikut bersama sang ibu, Jess (Michelle Monaghan) dan pindah ke sebuah rumah.

Suatu malam, anjing peliharaan mereka tiba-tiba menyerang dan menggigit Owen. Semenjak itu, Owen berubah menjadi beringas dan gemar meminum darah manusia. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada Owen? Mampukah sang ibu membantu memulihkan Owen seperti sedia kala?

Bisa dikatakan, film ini merupakan penyelamat film horor untuk awal tahun 2023 ini. Awal tahun ini memang benar-benar awal tahun yang lesu bagi industri film horor. Walaupun begitu, sepertinya kurang tepat juga untuk mengkategorikan film ini sebagai murni film horor. Karena yang ditonjolkan dalam film ini adalah drama dan hubungan antara Owen beserta ibu dan saudarinya.

Penulis sendiri merasa tidak melihat film ini sebagai film yang mencoba memberikan ketakutan bagi yang menonton. Tapi bukan berarti adegan seram tidak tersedia di dalamnya. Darah cukup banyak menghiasi film ini. Walaupun tidak ditampilkan secara vulgar, tapi adegan-adegan yang mengandung darah tersebut justru memberikan efek seram yang lumayan berkelas.

Bagi sebagian orang yang sudah terbiasa menyaksikan film vampir yang “sangat Hollywood”, film ini mungkin akan terasa membosankan. Plotnya berjalan sangat lambat dan lebih condong dipenuhi konflik batin. Namun, esensi kasih sayang keluarga sangat amat kental di sini, membuat kita akan merasakan keharuan dan empati pada tokoh-tokoh di dalamnya.

Warna kemuraman dan kesunyian menyebar dengan cepat di keseluruhan jalan cerita dari film ini. Sebagian disebabkan karena naskah cerita Blood yang hanya berputar di sekitar kisah mengenai keluarga kecil yang terasa terisolasi dari kehidupan dunia luar. Dan sebagian lagi karena warna-warna kelam pilihan sinematografer Björn Charpentier yang berhasil memberikan kesan kemuraman yang dapat membekukan hati siapapun yang melihatnya.

Di zaman ketika film horor kebanyakan berakhir sebagai sebuah bahan guyonan, Blood akan mampu memberikan setiap orang sebuah teror psikologi yang tidak akan dapat dengan mudah mereka lupakan jauh setelah mereka selesai menyaksikan film ini. Karena Blood berhasil memberikan teror yang lebih mendalam dari film-film horor lainnya, di mana teror tersebut lebih ditujukan sebagai sebuah teror yang menyerang setiap penontonnya daripada sebuah teror yang hadir dengan hanya mengutamakan tingkat kesadisan lewat tampilan visualnya.

Namun, tak ada keunggulan Blood yang mampu menyaingi keunggulan para jajaran pemeran yang dipilih untuk menghidupkan setiap karakter yang ada di dalam film ini, terutama, tentu saja, dua karakter utamanya yang dimainkan oleh Michelle Monaghan dan Finlay Wojtak-Hissong. Khusus untuk Finlay, ia secara gemilang mampu membawakan karakter Owen yang gloomy dan sunyi. Berkat aktingnya, bahkan dengan tatapan matanya di sepanjang film, para penonton dapat dengan mudah merasakan seluruh perasaan tertekan yang ada di dalam hati Owen.

Dan tentu saja, sebuah ketegangan horor tidak akan merasuk begitu dalam ke para penontonnya jika tidak ada iringan musik yang sesuai. Untungnya, Brad selaku sutradara memiliki penata musik yang handal, Matthew Rogers. Iringan musik yang mengalun minimalis nan menyayat mampu membangun suasana yang pas, yang pada akhirnya turut membantu mengukuhkan film ini sebagai salah satu tontonan vampir yang terasa fresh.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Smile 2
The Substance
Home Sweet Loan
Lembayung

COMING SOON

The Friendship Game
Janur Ireng
Iyus Jenius
Drop