Review Panggil Aku Ayah: Film Drama Keluaraga yang sangat Emosional
Kisah hubungan si “penculik” dengan korbannya yang saling benci hingga akhirnya saling menyayangi memang sudah bukan hal baru bagi medium film. Bisa jadi sudah ratusan film telah menggunakan formula yang sama. Namun, Panggil Aku Ayah dengan caranya mampu membalutnya dengan kisah yang unik. Film Panggil Aku Ayah sendiri adalah sebuah adaptasi dari film Korea berjudul Pawn yang sukses meraih perhatian penonton pada tahun 2020 silam.
Film Panggil Aku Ayah bercerita tentang Dedi (Ringgo Agus Rahman), seorang penagih utang, dan sepupunya Tatang (Boris Bokir), yang tiba-tiba harus mengasuh seorang anak perempuan bernama Intan (Myesha Lin). Intan awalnya dijadikan jaminan utang oleh ibunya, Rossa (Sita Nursanti), sebelum sang ibu berangkat bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.
Awalnya, Dedi dan Tatang menganggap Intan sebagai beban dan hanya cara untuk memaksa ibunya untuk melunasi utang dengan cepat. Namun seiring berjalannya waktu, kedua pria keras kepala ini mulai mengembangkan perasaan sayang dan perlindungan terhadap anak kecil yang polos dan ceria tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Seiring berjalannya waktu, situasi pun menjadi rumit tatkala Intan terancam harus berpisah dari mereka, kedua penagih utang ini lalu menyadari bahwa mereka telah terikat secara emosional.
Memang tak salah apabila rumah produksi Visinema Pictures menggaet Benni Setiawan untuk menjadi sutradara, karena rupanya, Benni sudah tahu bagaimana mengolah emosi untuk mengantarkan kisah keluarga tak utuh di film ini. Dengan mudah bagi Benni mengetahui ritmenya dalam mengantarkan kisah dari filmnya untuk bisa membuat penontonnya bersimpati dengan para karakternya. Inilah yang penting karena hal utama yang dijual oleh film Panggil Aku Ayah ini adalah bagaimana kita diajak untuk mengikuti perjalanan hidup karakternya yang sedang berkembang dalam durasinya sepanjang 120 menit.
Perjalanan untuk mengantarkan ceritanya dengan setting jadul hingga masa kini pun tak diantarkan dengan lurus-lurus saja. Seiring dengan berjalannya durasi film ini, barulah penonton akan menemukan sebuah benang merah tentang apa yang dicari oleh para karater dalam film ini. Hingga pada satu momen penting di paruh ketiga, Panggil Aku Ayah berjalan dari kisahnya yang hangat dan menyenangkan menjadi sesuatu yang mengoyak hati penontonnya. Mungkin sobat nonton yang sudah paham benar dengan film bergenre serupa akan sudah bersiap-siap dengan apa yang terjadi di paruh ketiganya tadi.
Tetapi, tetap saja, sobat nonton dijamin tak akan bisa mengelak segala perasaan emosional yang terjadi dalam revealing conflict di film Panggil Aku Ayah ini. Bahkan, Panggil Aku Ayah juga berani menggunakan subplot yang sedikit kelam tentang human trafficking yang terjadi di negeri ini. Tetapi, meski berada dalam kisahnya yang kelam, film ini tetaplah sebuah drama keluarga yang sangat hangat. Bahkan, baru saja berjalan di paruh pertama filmnya saja, air mata sobat nonton sudah diundang untuk ikut serta ke dalam filmnya.
Dan pada akhirnya, Panggil Aku Ayah lagi-lagi menjadi entry dalam film drama keluarga rilisan Visinema yang sangat emosional dan wajib ditonton. Siapkan diri sobat nonton dan pasrah saja dengan segala emosi yang disampaikan oleh film ini. Dan sekadar saran dari penulis, jangan lupa sedia tisu sebelum menonton.