Review Cobweb: Cerdas dan Spesial!
Sekilas, Cobweb mengingatkan penulis pada film Inception milik Christopher Nolan yang keren itu. Bedanya, jika Inception berkisah tentang perjalanan sekelompok orang menembus mimpi dalam mimpi, maka Cobweb ini mengisahkan sejumlah orang yang berupaya keras membuat film dalam film. Bagaimana bisa? Tenang, di tangan manusia-manusia kreatif, hal tersebut tentulah bisa terjadi.
Cobweb sendiri berkisah tentang Kim Ki-yeol (Song Kang-ho), seorang sutradara yang baru saja menyelesaikan seluruh pengambilan gambar untuk film terbarunya. Bukannya tenang, ia malah diliputi kegelisahan dan kerap memimpikan akhir yang berbeda untuk filmnya. Hal tersebut terlalu sering ia rasakan hingga membuatnya bertekad untuk syuting ulang.
Kim langsung menggambarkan detail tiap adegan yang selama ini muncul dalam mimpinya. Setelah itu, ia pun bersiap menghadap ke produser dan rumah produksi untuk membantunya syuting ulang. Hal tersebut menjadi awal permasalahan yang dihadapi Kim Ki-yeol. Sang produser, Baek (Jang Young-nam) membaca naskah baru sang sutradara dan tak memberi izin untuk syuting ulang.
Hal tersebut karena kisah baru yang disiapkan oleh Kim diyakini tak bakal lolos sensor pemerintah. Lantas, apa langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Kim? Berhasilkah ia mengganti ending filmnya tersebut?
Sebagai sebuah ode bagi sinema, Cobweb berani melangkah ke ranah yang jarang, atau bahkan belum dijamah oleh “surat cinta” lain. Di tangan sutradara Kim Jee-woon, Cobweb bukan mencoba untuk menjustifikasi film buruk, melainkan mengajak kita untuk lebih mengapresiasi dengan menyelami proses pembuatannya, sembari menghantarkan narasi luar biasa segar guna menciptakan salah satu “film tentang film” terlucu dalam beberapa tahun belakangan ini.
Cobweb juga seakan ingin menunjukkan bahwa betapa dalam sebuah pembuatan film, tidak peduli seberapa matang perencanaan yang telah dilakukan, kesulitan tak terduga berujung kesalahan akan senantiasa datang. Film ini juga menggarisbawahi pentingnya kreativitas untuk mengakali masalah dalam penciptaan karya seni melalui cara yang luar biasa efektif memancing gelak tawa. Entah sudah berapa lama penulis tak tertawa sekeras ini di bioskop.
Secara mengejutkan, film ini masih menyisakan ruang bagi paparan drama menyentuh, di mana film berperan sebagai media penghubung antar anggota keluarga, yang akan menambah satu lagi elemen surat cintanya. Perencanaan panjang tokoh-tokoh filmnya mungkin tidak berjalan lancar, tetapi perencanaan orang-orang nekat penuh semangat juga kecintaan akan sinema di balik film ini jelas berhasil.
Dengan jalan cerita yang berfokus pada karakter-karakter yang berada di sekitar proses produksi sebuah film, Cobweb jelas membutuhkan barisan departemen akting yang mampu menghidupkan setiap karakternya dengan baik. Seluruh pengisi departemen akting film ini hadir dengan penampilan yang meyakinkan. Namun, Song Kang-ho jelas menjadi pusat perhatian yang berhasil menjadikan karakternya menjadi sosok yang begitu mengikat. Lewat penampilannya sebagai seorang sutradara yang berusaha untuk menyelesaikan seluruh tantangan yang berada dalam proses pembuatan filmnya, Song hadir dengan penampilan yang enerjik dan sangat mudah untuk disukai.
Cobweb jelas adalah sebuah presentasi yang spesial, khususnya bagi sobat teater yang memang mencintai film secara keseluruhan. Tampil lebih cerdas daripada film-film bertema serupa yang banyak dirilis pada beberapa tahun terakhir, Cobweb pada akhirnya berhasil menciptakan kisah dan karakter yang akan membuat para penonton dengan mudah merasa jatuh hati.
Sobat teater tidak harus mengetahui seluk beluk proses penggarapan suatu film untuk bisa memahami film ini. Malah, Cobweb akan membantu sobat teater untuk melongok proses kreatif dibalik tercetusnya suatu film yang akan membuat kita semua lebih memberikan apresiasi pada film yang telah kita tonton, walaupun film tersebut amatlah jelek. Pasalnya, sesekali kita perlu mengintip sedikit jerih payah yang telah dilakuan oleh para sineas di luar sana. Bukan untuk membela dan mengasihani, melainkan agar kita bisa menghimpun sesuatu yang lebih adil dalam mengkritik sebuah karya.