Loading your location

Review Mangkujiwo 2: Lebih Mencekam Dibanding Angsuran Pertama

By Ekowi26 Januari 2023

Walau hasilnya belum begitu solid, seri terbaru Kuntilanak yang dimulai sekitar lima tahun lalu merupakan salah satu seri horor Indonesia paling berani. Ketimbang mengulangi formula kesuksesan trilogi lama yang dibintangi oleh Julie Estelle, film pertama dan keduanya justru mengusung bentuk horor keluarga dengan menempatkan karakter anak-anak sebagai sentral. Selaku prekuel, Mangkujiwo yang dirilis tiga tahun lalu menegaskan anggapan tersebut saat sekali lagi banting setir ke arah yang berbeda, bukan cuma dibandingkan dengan para pendahulunya, juga horor-horor lokal kebanyakan.

Ketika budaya klenik kedaerahan biasanya sekadar jadi pajangan, naskah garapan Dirmawan Hatta dan Erwanto Alphadullah tersebut bersedia mengeksplorasi, bahkan menjadikannya amunisi untuk menakut-nakuti. Begitu menyaksikan Brotoseno (Sujiwo Tejo) menjalankan ritual mencambuki dirinya atau membuat nasi kepal dengan darah dan organ-organ hewan sebagai lauk serta bumbu penyedap di film pertamanya, sobat nonton akan menyadari bahwa Mangkujiwo bukan untuk penonton berperut lemah.

Di film pertamanya, tersimpan gagasan menarik tentang bagaimana hantu kuntilanak ini merupakan produk perebutan kekuasaan. Mangkujiwo adalah kisah mengenai orang-orang biasa yang dijadikan bidak oleh para penguasa. Sayangnya, gambaran pengilon kembar kala itu masih sebatas alat pemberi jalan pintas agar plotnya berjalan. Pokoknya, cermin khas di film-film seri Kuntilanak adalah cermin ajaib “pemberian” Laut Selatan yang bisa mengabulkan segala permintaan, alias hanya memfasilitasi penulis naskah untuk melakukan apa saja tanpa perlu memikirkan rules atau logika, tidak peduli seacak apapun itu.

Di film keduanya ini, atau setelah peristiwa kematian Cokrokusumo (Roy Marten), Uma (Yasamin Jasem) berusaha melawan trauma sambil mencari jawaban atas misteri keterlibatan Kuntilanak di dalam hidupnya. Sementara itu, Brotoseno (Sujiwo Tejo), Nyi Kenanga (Djenar Maesa Ayu) dan Karmila (Karina Suwandi) menempuh cara keji untuk membawa Mangkujiwo ke puncak kejayaan, di mana darah akan kembali tertumpah.

Sejak awal durasi, kita seolah disuguhi berbagai cabang alur tak berkaitan yang silih berganti mengisi, yang nantinya semua cabang tersebut akan saling bertemu. Kelebihan penceritaan non-linear ini adalah untuk memperkuat bangunan misteri. Pertanyaan selalu muncul, menjaga kepadatan alur sepanjang 120 menit perjalanan Mangkujiwo 2.

Kelemahannya, tidak semua transisi antar lini waktu tersebut terjahit dengan rapi. Lompatan-lompatan kasar kerap tercipta, pun di paruh awal film yang berpotensi membuat sobat nonton kebingungan cukup besar. Hal ini penting terkait menjaga atensi penonton. Apalagi seperti pendahulunya, Mangkujiwo 2 bukanlah horor yang gemar menebar jump scare, sehingga kesolidan bercerita wajib hukumnya.

Minimnya penampakan yang mengagetkan digantikan oleh pemandangan lain yang jauh lebih mencekam (dan membuat perut mual). Sutradara Azhar Kinoi Lubis memperlihatkan keterampilannya memainkan atmosfer. Pacing-nya terjaga, sambil memastikan kamera menangkap tiap detail tata artistik, khususnya dalam ruang tempat beberapa karakter melakoni ritual yang tampilannya menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Sang sutradara film ini ingin membuktikan bahwa membangun teror tidak melulu harus mengumbar penampakan murahan makhluk halus. Cukup kumpulkan beragam adegan berdarah dan menjijikkan. Mangkujiwo 2 memang tidak takut untuk menumpahkan darah atau organ tubuh, yang dampaknya begitu kuat berkat beberapa efek praktikal yang mumpuni.

Namun, kelemahan sang sutradara yang telah nampak sejak film-filmnya terdahulu sayangnya masih bisa ditemukan. Azhar Kinoi Lubis jago membangun atmosfer atau mengeksploitasi gore, tapi tidak ketika dihadapkan pada adegan bertempo cepat berbumbu aksi. Klimaks yang mestinya jadi babak pembantaian puncak malah berakhir canggung.

Tapi di luar itu, Mangkujiwo 2 juga memiliki jajaran pemain dengan akting memuaskan. Seperti biasa, apa pun yang dilakukan Sujiwo Tejo di layar selalu memancarkan kemistisan. Dibantu tata rias yang mendukung, Asmara Abigail juga berhasil menghidupkan sosok yang pastinya takkan mau sobat nonton temui langsung di dunia nyata. Sedangkan di usia yang baru akan menginjak remaja, Yasamin Jasem menambah satu lagi daftar aktris muda potensial tanah air, selama ia terus mengasah penampilan sekaligus jeli dalam memilih peran.

Di luar kekurangannya yang masih bertebaran, setidaknya, Mangkujiwo 2 lagi-lagi berhasil membuat elemen kejawen bukan hanya sebatas pernak-pernik sambil lalu (tempelan). Di tiap sudutnya, aroma misterius dari budaya mistisisme itu selalu tercium. Ditambah intensi baik untuk tidak sekadar mengeksploitasi jump scare, juga pengembangan latar cerita memadai agar status prekuel bukanlah tempelan semata demi menambah pundi-pundi sang produser. Pada akhirnya, Mangkujiwo 2 mampu memperpanjang napas seri Kuntilanak untuk ke depannya.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

AFTERMATH
Bila Esok Ibu Tiada
You Will Die in 6 Hours
Koma - Berhenti Sebelum Mati

COMING SOON

The Friendship Game
Kampung Jabang Mayit
Eva Pendakian Terakir
Modal Nekad