Loading your location

Review Pamali: Dusun Pocong: Horor dengan Penampilan Akting yang Solid

By Ekowi13 Oktober 2023

Kesulitan menghasilkan film adaptasi video game rupanya bukan hanya terjadi di Hollywood sana, tetapi juga di Indonesia. Setelah DreadOut (2019) jadi noda hitam di karir Kimo Stamboel, lalu kini hadir Pamali: Dusun Pocong, sebuah sekuel film yang juga merupakan adaptasi video game berjudul sama yang lebih pas dijadikan obat insomnia ketimbang tontonan untuk menakut-nakuti. 

Jika boleh jujur, penulis tidak pernah memainkan game-nya. Penulis pun tidak tahu ke arah mana cerita aslinya akan digulirkan. Tapi rasa-rasanya, Evelyn Afnila selaku penulis naskahnya di sini seakan kebingungan harus bagaimana mengembangkan kisah filmnya.

Di film keduanya ini, Pamali: Dusun Pocong berkisah tentang kisah tiga perempuan perawat medis, Gendis (Dea Panendra), Mila (Yasamin Jasem), dan Puput (Arla Ailani) yang ditugaskan ke sebuah desa terpencil yang terkena wabah misterius. Mereka pergi ke desa itu bersama dua penggali kubur, Cecep (Fajar Nugra), dan Deden (Bukie B Mansyur) dengan menyeberangi danau. Setelah 3 jam melakukan perjalanan yang sulit, mereka akhirnya sampai di desa tersebut.

Betapa terkejutnya mereka ketika melihat suasana desa tersebut yang sepi dan penduduknya banyak yang meninggal dengan keadaan mengenaskan. Satu per satu mayat yang belum sempat dikubur pun akhirnya dikuburkan juga oleh Cecep dan Deden. Sedangkan ketiga perawat tadi coba merawat semua warga yang masih hidup di sebuah ruangan besar.

Tapi, memang tak mudah merawat warga yang terkena penyakit misterius ini, karena pasokan obat yang mereka miliki akhirnya habis juga. Salah satu anak, Eneng (Anantya Kirana), meminta agar ibunya dikunjungi karena tidak mau dirawat bersama warga setempat. Gendis melarang keras Mila untuk mengunjungi ibu tersebut karena ia membutuhkannya untuk merawat warga. Pada akhirnya, diam-diam ia bersama Eneng pergi ke rumahnya, dan saat itulah satu per satu mereka terbunuh secara mengenaskan karena pocong-pocong bangkit kembali akibat pamali yang mereka lakukan.

Sekali lagi, Evelyn seperti kebingungan mengolah ceritanya. Persoalan pamali berakhir hanya sebagai pernak-pernik semata, tidak digali, dieksplorasi, atau sekadar dimaknai. Untungnya, ia memaparkan budaya Sunda yang menjadi latar di film ini dengan kental, namun tetap disajikan tanpa kentara.

Intinya, Pamali: Dusun Pocong bisa memperlihatkan kesederhanaan adat masyarakat setempat tanpa harus menggunakan cara yang mencolok. Cukup dengan latar tokoh, dialek khas para tokoh penduduk desa setempat, benda-benda khas dan adat kepercayaan yang menjadi fokus cerita, Pamali bisa memberikan nuansa Sunda tanpa melupakan sisi horornya.

Tetapi, di saat yang bersamaan, konsep penuturan cerita yang dibawakan oleh film ini tidak pernah mampu berkembang secara matang akibat naskah cerita garapan Afnila tadi yang begitu kebingungan untuk mengolah ide-ide yang sebelumnya telah terlontar. Mencoba memberikan singgungan terhadap tema yang dibawakan oleh judulnya, alur cerita film ini menghadirkan beberapa karakter yang melakukan pelanggaran terhadap sejumlah pantangan.

Tapi, linimasa cerita Pamali: Dusun Pocong ini kemudian tidak pernah mampu memberikan talian apakah berbagai misteri yang terjadi berhubungan dengan aksi pelanggaran pantangan tersebut. Elemen cerita bernuansa kultural tersebut kemudian menghilang begitu saja tanpa pernah diberikan pengembangan yang berarti.

Arahan Bobby Prasetyo, selaku sutradara, juga berada dalam kualitas pengarahan horor yang masih seadanya. Dalam banyak kesempatan, ia cenderung memilih untuk memberikan pemaparan cerita yang berkesan lamban agar menciptakan tatanan horor yang berkesan atmosferik. Tanpa keberadaan dukungan cerita yang kuat, tata cerita tersebut justru membuat film ini menjadi tertatih sekaligus hampa. Beruntung, Bobby Prasetyo memiliki barisan pengisi departemen akting yang mampu memberikan penampilan yang solid.

Terlepas dari betapa mediokernya galian karakter maupun adegan-adegan horor yang diniatkan untuk menghadirkan lonjakan ketakutan yang muncul dalam naskah cerita, Fajar Nugra, Bukie B Mansyur, Yasamin Jasem, Dea Panendra, dan Arla Ailani hadir dalam kapasitas akting yang membuat karakter-karakter yang mereka perankan terasa hidup dan mudah untuk disukai. Dan pada akhirnya, meskipun bukanlah sebuah presentasi cerita yang benar-benar buruk, Pamali: Dusun Pocong terasa seperti kehilangan kesempatan untuk mengolah berbagai potensi yang dimilikinya.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

The Wild Robot
Wanita Ahli Neraka
Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu
Gladiator II

COMING SOON

MARIARA
Desa Mati: The Movie
Sore: Istri dari Masa Depan
Lilo & Stitch