Loading your location

Review Pesugihan: Bersekutu dengan Iblis: Suguhkan Atmosfer Horor yang Pas

By Ekowi24 Februari 2023

Genre horor memang kerap dianggap jadi sisi paling negatif dari perfilman Indonesia. Tak ada yang salah dengan genre atau kegemaran penonton kita yang memang lebih besar terhadap layar lebar bergenre ini sebenarnya. Namun masalahnya, seringkali genre ini dijadikan aji mumpung untuk membuat film-film berbujet murah tanpa taste sama sekali, yang pada akhirnya walaupun masih terus punya pangsa pasar, tapi juga membuat penonton makin skeptis dengan sinema Indonesia.

Dalam deretan film-film horor yang dibuat semata-mata sebagai produk kacangan itu, PT Virgo Putra Film juga merupakan salah satu PH yang sering ada di balik bisnisnya. Namun, film Pesugihan: Bersekutu dengan Iblis ini untungnya ada di kelas yang berbeda. Walau subjudulnya lagi-lagi terkesan menjual sensasi urban legend dan hal-hal mistis yang mungkin bagi sebagian orang mengarah ke pikiran-pikiran miring. Film ini rupanya menggunakan resep horor yang sedikit berbeda. Bukan hanya atmosphere over jumpscares atau dentuman musik menyeramkan yang kerap jadi andalan film-film horor kita.

Hendri (Gary Iskak) dan Marini (Nirina Zubir) merupakan pasangan suami isteri yang telah sukses dalam urusan materi. Namun, mereka tidak memberikan cukup perhatian kepada anak-anak mereka, Resika (Isel Fricella) dan Karin (Nice Parham). Karena hantaman krisis ekonomi, bisnis mereka pun perlahan mengalami kemunduran, hingga kehidupan mereka mengalami perubahan signifikan.

Hendri lalu berubah menjadi pribadi yang muram dan suram, serta masuk ke jalan yang menyesatkan. Suatu hari, Marini tanpa sengaja memergoki Hendri pergi ke luar rumah untuk mendatangi sebuah pohon besar yang terletak di sudut tanah kosong. Hendri diam-diam mencari jalan pintas untuk mendapatkan kekayaannya lagi, yakni dengan pesugihan. Bisnisnya pun ternyata kembali pulih. Sejak saat itu pula terror tiada henti terjadi.

Tak ada sebenarnya yang terlalu spesial dari skrip yang ditulis oleh Oka Aurora serta Salman Faiz ini dalam bangunan plot yang berujung pada sebuah twist yang bukan juga baru ditemukan di film-film lain dalam genre-nya. Tahap demi tahap penceritaan dalam filmnya pun masih diwarnai dengan dialog-dialog yang bisa jadi terdengar awkward ketimbang convincing dalam bangunan interaksi antar karakternya. Juga kontinuitas adegan yang kadang masih sering terasa kurang konsisten.

Namun bagusnya, saat twist yang disiapkan mulai dibuka, walau tak terlalu mengejutkan, ada relevansi yang bisa membuat penontonnya memaklumi kekurangan-kekurangan yang ada tadi, sekaligus membalik semuanya jadi terlihat jauh lebih rapi bila ditelusuri ulang. Dalam penjelasan urban legend-nya yang tak perlu sampai bertele-tele pun begitu. Tema pesugihan yang diangkat juga tampil cukup informatif dalam penceritaan keseluruhannya.

Lalu, apa lagi yang membuat film ini berkualitas baik? Tentunya sutradara Hanny R. Saputra yang berhasil membangun semuanya lebih lewat atmosfer di tengah minimnya karakter set yang dihadirkan. Walau tak semua shot-nya bekerja secara efektif untuk memberikan feel creepy dalam sebuah horor, namun tetap, sinematografer MH Suprayogi bisa dibilang cukup baik dalam memanfaatkan claustrophobic atmosphere-nya. Ledakan-ledakan jumpscare-nya juga terasa cukup efisien dan tak berlebihan. Semuanya terasa cukup.

Dan di atas semua itu, Nirina Zubir-lah yang paling berhasil masuk ke dalam konsepnya dengan akting yang sangat terjaga, memberi penekanan manusiawi jauh melebihi Gary Iskak yang memang lebih berfungsi jadi elemen horor-nya. Ekspresi dan gestur-nya benar-benat stunning, bahkan sanggup memberi percikan ketakutan tanpa harus berlebihan seperti kebanyakan horor kita yang lain, di mana elemen klise itu jadi terasa lebih relevan ketimbang disempalkan menjadi sekadar bumbu yang tak penting.

Ya, semoga dengan film ini, Hanny R. Saputra kembali memantapkan dirinya sebagai pembuat film horor yang baik, seperti yang pernah dilakukannya kala dirinya bersama Nirina Zubir menghasilkan film horor berjudul Mirror 18 tahun silam.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

aespa: WORLD TOUR in cinemas
Teori Cakrawala
TOTTO-CHAN: THE LITTLE GIRL AT THE WINDOW
The First Omen

COMING SOON

Harold and the Purple Crayon
The Strangers: Chapter 1
Mickey's Mouse Trap
Kiblat