Review Wonka: Suguhan yang Segar dan Memuaskan
Apakah sobat nonton masih ingat dengan film Charlie and The Chocolate Factory yang dirilis pada tahun 2005 silam? Ya, film yang dibuat berdasarakan novel tahun 1964 karya Roald Dahl tersebut bercerita tentang pengalaman lima orang anak yang memenangkan undian untuk masuk dan mengikuti proses produksi di Wonka Factory milik Willy Wonka yang diperankan oleh aktor beken Johnny Depp.
Kini, sineas Paul King yang tersohor karena kesuksesan film Paddington coba untuk membuat prekuelnya yang menampilkan perjalanan Willy Wonka muda sebelum menjadi pemilik pabrik cokelat terkenal. Dikisahkan, sebelum menjadi pemilik pabrik cokelat, Willy Wonka (Timothée Chalamet) hanyalah seorang pemuda biasa yang dikenal lewat kemampuan sulapnya. Di samping itu, ternyata ia memiliki mimpi untuk menjadi seorang pembuat coklat yang mempunyai toko sendiri.
Tidak mudah bagi Wonka untuk bisa mewujudkan mimpinya sebab ada kartel cokelat yang ingin menguasai pasar. Namun, Wonka tidak bisa membiarkan mimpinya terhalang oleh para kartel itu. Wonka lantas berpikir keras untuk menciptakan inovasi baru cokelat sebagai upaya untuk menyaingi produk cokelat milik kartel itu. Berhasilkah ia?
Well, butuh sedikit kesabaran untuk dapat menikmati film ini karena pesona dari cerita yang dibentuk ulang oleh Paul King memang akan mekar atau tumbuh secara perlahan. Sedikit sulit untuk merasa klik dengan cerita dan juga karakter di bagian awal, sekalipun ia menampilkan visual yang berhasil memanjakan dan mempermainkan mata dan imajinasi lewat detail yang lembut dan halus, ditambah daya tarik karakter utama yang belum begitu kuat sehingga tidak heran jika di bagian ini sobat nonton akan cukup sering berjumpa dengan beberapa lelucon yang pada dasarnya matang tapi justru tidak terasa lucu ketika disampaikan.
Belum lagi cerita yang terkesan terburu-buru dan pemalas dalam menciptakan pondasi awal bagi konflik dan juga karakter. Tapi tenang saja, karena semuanya akan berubah secara perlahan, terus bergerak ke arah yang lebih positif dan terjaga, hingga mencapai titik akhir dan meninggalkan penontonnya dengan impresi yang hangat dan kuat.
Penulis sendiri sangat suka dengan impresi yang diberikan oleh film ini, karena coba membawa kita untuk bergeser dengan cepat dari satu bagian menuju ke bagian lain dengan berbagai rasa yang berbeda sehingga mampu untuk terus menonjolkan kesan segar di balik kesederhanaan yang dimiliki film ini di bagian cerita.
Belum lagi, film ini dengan cerdik menyelipkan sedikit drama dengan kehangatan yang pas, menciptakan petualangan yang ketat, padat, bahkan dapat dikatakan terasa cukup sesak. Tapi kesuksesan utamanya bukan itu, Wonka secara pasti berhasil menjauh dari potensi menjadi hiburan konyol yang dimiliki di awal-awal durasinya tadi.
Ya, hal di atas memang mengejutkan karena di balik kesan santai yang diampilkan, Wonka justru berhasil meninggalkan pesan-pesan kecil klasik tentang keluarga hingga yang lebih luas lagi dengan menarik. Selaku sutradara, Paul King tidak mencoba menarik kita semua menuju isu yang ingin ia sampaikan dan meninggalkan kita bermain-main dalam waktu lama di dalam isu tersebut, tidak pernah mencoba menenggelamkan kita melainkan hanya dengan gesekan kecil yang implisit namun tetap tajam.
Overall, Wonka adalah film yang memuaskan. Tidak ada sebuah inovasi yang baru di sini, namun dengan mengandalkan keseimbangan yang tepat di berbagai elemen yang ia miliki, Wonka berhasil mendaurulang rumus klasik dari sebuah family movie menjadi sajian yang segar yang bukan hanya berisikan lelucon konyol dan bodoh, tapi juga dilengkapi dengan kecerdasan serta pesona yang kuat untuk memperdaya penontonnya.