Review Dua Hati Biru: Akting Farrel Rafisqy Sukses Curi Perhatian
Saat seorang sineas dalam negeri memutuskan mengulik isu yang dinilai tabu untuk diperbincangkan secara umum oleh masyarakat Indonesia dalam suatu film, maka bersiaplah menanggung resiko besar berwujud prasangka dan asumsi. Dua Garis Biru, sebuah film yang menandai untuk pertama kalinya penulis skenario Gina S Noer memegang kemudi penyutradaraan, menerima resiko tersebut lima tahun silam tatkala dirinya nekat memperbincangkan “urusan ranjang” di hadapan publik.
Kini, Gina yang ditemani oleh Dinna Jasanti selaku sutradara, coba kembali mengulik kisah perjuangan mempertahankan keluarga kecil Bima dan Dara dari segala cobaan hidup dalam sebuah film sekuel berjudul Dua Hati Biru. Dari trailernya sendiri dapat ditebak dengan mudah sebenarnya apa saja masalah dan cobaan hidup yang dihadapi oleh Bima dan Dara sebagai orang tua muda.
Ya, Dua Hati Biru memang bersetting dua tahun setelah film pertama, di mana Bima (Angga Yunanda) dan Dara (Aisha Nurra Datau) telah menikah dan dikaruniai seorang putra bernama Adam (Farrel Rafisqy). Bima fokus pada pekerjaannya sebagai mekanik, sementara Dara harus menyelesaikan studinya di Korea Selatan. Namun, kepulangan Dara membawa dinamika baru dalam rumah tangga mereka.
Perbedaan pola asuh dan ekspektasi terhadap peran mereka sebagai orang tua memicu perselisihan. Di tengah situasi tersebut, Bima dan Dara juga harus menghadapi tekanan dari keluarga dan masyarakat. Ketidakstabilan finansial dan stigma yang melekat pada pernikahan muda menjadi rintangan yang harus mereka lewati bersama.
Selain komposisi sutradara yang bertambah, karakter di film ini juga bertambah tatkala Nurra Datau didaulat untuk menggantikan Zara sebagai karakter utama. Belum lagi dengan datangnya Keanu yang surprisingly berhasil menjadi karakter kuat. Nurra sendiri bisa dikatakan sangat berhasil memberikan akting yang prima. Range emosinya yang luas membuat penonton menjadi simpati sekaligus antipasti di saat yang bersamaan.
Namun, jika berbicara mengenai karakter, tentu saja yang menjadi juaranya ialah Farrel Rafisqy yang berperan sebagai Adam. Penulis seperti kehabisan kata-kata, karena aktingnya di sini sungguhlah flawless. Aktingnya terasa amat sangat cerdas. Belum lagi chemistry dengan Bima dan Dara juga terkesan amat kuat. Membuat kita semua percaya bahwa mereka sungguhlah anggota keluarga di dunia nyata.
Dari segi cerita, Dua Hati Biru juga turut memberikan perspektif yang terbilang lebih relate untuk para penontonnya, apalagi untuk keluarga-keluarga muda yang sedang dalam keadaan berjuang, baik yang baru memiliki buah hati, ataupun berjuang secara materi dan komunikasi dengan pasangannya.
Konflik dan masalah yang diperlihatkan di sini bisa terbilang eksplisit, dalam artian bisa saja masalah tersebut memang terjadi di dunia nyata. Film ini juga bisa menjadi sarana reflektif bagi siapapun. Bagi yang ingin menikah, baru saja menikah, ingin atau sudah memiliki anak, bahkan untuk orang tua atau mertua yang memiliki anak yang telah menikah. Bukannya menjadi takut, tapi lebih membuat kita semua ingin membuka ruang diskusi tentang bagaimana baiknya ke depannya perihal permasalahan rumah tangga seperti ini.
Pada akhirnya, Dua Hati Biru merupakan sebenar-benarnya film keluarga yang mengingatkan kita semua akan pentingnya komunikasi, kompromi, dan juga bisa menjadi contoh nyata bahwa mempertahankan keutuhan keluarga itu tidaklah mudah, tapi tentu saja bisa dilakukan asalkan semuanya mau bekerja sama.