Loading your location

Review Petak Umpet: Inkonsisten

By Ekowi25 November 2024

Rahman (Randy Martin) diminta oleh sang Ibu untuk menemani Sari (Alesh a Fadhillah Kurniawan) adiknya bermain bersama teman sebayanya. Rahman yang merasa keberatan menyuruh Sari bermain petak umpet, sementara Rahman menunggui sambil bermain game online dari ponsel. Masalah dimulai ketika Sari tak kunjung ditemukan. Teman-temannya bilang Sari bersembunyi di dalam rumah tua yang Judah lama tak dihuni.

Konon katanya, Sari diculik oleh urban legend yang biasa menculik anak-anak, Wewe Gombel. Rahman mencari tahu tentang sosok Wewe Gombel, katanya, makhluk tersebut hanya akan menculik anak-anak yang tidak diperhatikan oleh keluarganya. Rahman yang tadinya tak percaya isu Wewe Gombel, mendapatkan kejadian-kejadian ghaib, mulai dari hilangnya Sari membuat Masayu (Putri Ayudya), Sang Ibu begitu terpukul, sepanjang malam ia menangisi putrinya tersebut.

Rahman yang merasa bersalah kemudian berniat memasuki rumah tua tempat Sari terakhir terlihat. Ia ditemani oleh dua sahabatnya, Rinto (Adam Farrel) dan Shila (Saskia Chadwick). Rumah tua tersebut rupanya memang sudah lama dikenal angker. Dulu, rumah tersebut sempat menjadi tempat tinggal seorang perempuan yang tega menghabisi anak-anaknya sendiri karena perselingkuhan suaminya.

Rahman, Rinto dan Shila akhirnya masuk kedalam rumah angker tersebut, baru saja selangkah masuk, tiba-tiba pintu rumah tertutup dan terkunci dengan sendirinya. Rahman dan kawan-kawan yang datang untuk menyelamatkan Sari sekarang malah menjadi orang yang perlu diselamatkan.

Itulah kisah yang tersaji dalam karya terbaru sutradara Rizal Mantovani berjudul Peta Umpet. Menurut penulis, kelemahan utama dari film ini adalah inkonsistensi. Sebuah departemen bisa tampil apik di satu titik, namun mengalami penurunan di titik berikutnya. Naskah besutan Puji Lestari, Ali Farighi, dan Nuugro Agung juga tampil kurang greget. Bangunan dunianya boleh jadi terbilang kreatif, tapi kemudian cukup keteteran ketika mengembangkan mitologinya.

Sang sutradara juga tak terlepas dari beberapa keunggulan sekaligus kekurangan dalam pengarahannya, terutama pada bagian klimaksnya. Mantovani mungkin cukup tegas ketika meninggalkan banyak unsur horor termasuk menekan kuantitas jumpscare-nya. Sosok Wewe Gombel di sini juga lebih dekat ke antagonis fantasi, yang fungsi kemunculannya adalah menakut-nakuti protagonisnya, bukan penonton.

Terlepas dari itu semua, dengan dibekali CGI yang terbilang cukup rapi, Mantovani masih lemah dalam membungkus adegan berintensitas tinggi. Pilihan shot-nya di beberapa adegan masih terlihat canggung. Klimaksnya berpotensi tampil luar biasa andai tak diganggu kelemahan tersebut, ditambah naskah yang menawarkan cara sangat sederhana guna mengalahkan sang demit.

Jadi, menurut penulis, seperti itulah Petak Umpet. Konsepnya unik, namun keseruannya dihalangi oleh aliran alur yang tergolong draggy bagi hiburan berisikan protagonis anak alias inkonsisten. Tapi, setidaknya cukup menarik ketika sobat nonton menantikan eksplorasi ke arah mana lagi yang bakal dijajal oleh film-film sejenis ini.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Negeri Para Ketua
Puang bos
Cinta Dalam Ikhlas
BAEKHYUN: Lonsdaleite [dot] IN CINEMAS

COMING SOON

The Conjuring: Last Rites
PUSHPA 2
Solata
Bardovi