Loading your location

Review Smile 2: Sajikan Horor Psikologis yang Maksimal

By Ekowi17 Oktober 2024

Mungkin banyak dari kita yang kerap kali didorong untuk memendam emosi negatif. Jika berada di ruang publik bersama orang lain saat tengah bersedih mislanya, kita dipaksa untuk tersenyum agar tidak merusak suasana. Bahkan ketika bersedih dalam kesendirian pun, kita disarankan untuk tersenyum agar emosi negatif tidak menggerogoti hati. Tapi benarkah toxic positivity semacam itu dapat menyembuhkan, atau justru menghasilkan luka berkepanjangan?

Dua tahun silam, sineas Parker Finn coba mengembangkan film pendek buatannya berjudul Laura Hasn't Slept menjadi penelusuran tentang trauma, serta upaya merepresinya, yang alih-alih menguatkan, malah menghancurkan dalam sebuah film panjang dengan judul Smile. Kala itu, Smile berhasil mencuri perhatian para pemerhati film di dunia atas kesegaran ceritanya.

Kini, Parker kembali lagi dengan film keduanya yang berjudul Smile 2. Kisahnya pun masih tak jauh berbeda dengan film pertamanya, namun dengan karakter utama yang berbeda. Dalam Smile 2, kita akan diperkenalkan dengan Skye Riley (Naomi Scott) yang merupakan seorang penyanyi terkenal yang sedang melangsungkan tur konsernya. Akan tetapi, di tengah-tengah persiapan tur tersebut, Skye melihat gelagat aneh dari rekannya yang tiba-tiba tersenyum mengerikan. Akankah “kutukan” seperti dalam film pertamanya akan kembali hadir di sini?

Melalui film keduanya ini, lagi-lagi Parker Finn terlihat amat berambisi untuk menghadirkan horor yang berbeda, sambil tetap melangkah di arus utama dengan tak mengasingkan penonton awam yang mencari teror seru. Parker benar-benar ingin bercerita, walau dalam eksekusinya, upaya itu tak selalu berjalan mulus.

Smile 2 punya lebih banyak layer serta isu untuk dibicarakan ketimbang mayoritas horor arus utama lainnya, meski layer-nya tak sedemikian mendalam, sementara caranya membicarakan isu tak seberapa pintar. Bagaimana trauma menyebar dengan mengambil wujud senyuman adalah gagasan tajam sekaligus relevan. Film ini ingin menggambarkan bahwa “senyum palsu" tidaklah mengobati apa pun. Naskahnya juga kembali mengingatkan cara untuk memutus kutukan yang mewakili kondisi destruktif, kala individu meluapkan kekacauan pikirnya dengan mengacaukan orang lain.

Boleh dibilang, Presentasi Parker masih terkesan repetitif, pun cenderung draggy, biarpun penampilan solid Naomi Scott mampu menjaga kestabilan dramanya. Dibantu sinematografi garapan Charlie Sarrof, Parker tetap mampu melahirkan horor stylish lewat beberapa camerawork unik, walau pada akhirnya, tetap bergantung ke metode klasik untuk urusan menakut-nakuti: jump scare yang berisik. Klise, tapi harus diakui cukup efektif, apalagi berkat timing tata suara yang tepat.

Overall, terlepas dari penceritaannya yang cenderung campy ketimbang film pertamanya, Smile 2 masih terbilang mampu untuk menjadi sebuah film yang berhasil memaksimalkan elemen horor psikologisnya. Sepanjang film, sobat nonton akan diajak untuk ikut bertanya-tanya terkait berbagai insiden mengerikan yang dialami oleh sang tokoh utama.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu
WE LIVE IN TIME
Amazon Bullseye
Bila Esok Ibu Tiada

COMING SOON

Companion
Bardovi
Mertua Ngeri Kali
Bad Genius (2024)