Review The Exorcism: Tampilkan Pendekatan Berbeda terhadap Tema Eksorsisme
Genre horor memang selalu banyak penggemarnya, karena horor memiliki formula seram yang memang beragam adanya. Mulai dari cerita mitos, entitas hantu atau setan, hingga lain sebagainya yang bisa dikemas secara berbeda tergantung bagaimana film tersebut ingin dibuat. Nah, salah satu yang memang juga menjadi ciri unik dari film horor adalah metode kerasukan yang akan selalu melibatkan pengusiran setan atau eksorsisme yang sering berhasil membuat merinding para penontonnya.
Salah satu film yang mengangkat tema tersebut adalah The Exorcism yang kembali dibintangi oleh Russel Crowe. The Exorcism berkisah tentang Anthony Miller (Russel Crowe), seorang aktor film yang telah habis masa jayanya. Anthony harus bergulat dengan persoalan pribadi setelah kematian istrinya dan masalah kecanduan alkohol. Saat dirinya mendapat kesempatan untuk berperan dalam sebuah film menggantikan aktor sebelumnya yang meninggal secara misterius, Anthony lalu mengajak anaknya, Lee (Ryan Simpkins) yang sedang diskors dari sekolahnya sebagai asisten pribadinya.
Sepanjang proses pembuatan film, kehadiran mahluk gaib sudah dirasakan Anthony dan para kru. Hingga Anthony pun dirasuki oleh sesosok iblis dan mulai melakukan teror kepada Lee, mulai dari berbicara bahasa latin, menolak meminum obat, hingga akhirnya berusaha membenturkan kepalanya ke meja saat melakukan proses syuting. Sosok iblis itu tak hanya membuat proses produksi terhenti, melainkan juga mengancam nyawa dari Anthony dan Lee.
Ketika pertama kali memutuskan untuk menonton film ini, ekspektasi penulis terhadap film ini mungkin terasa biasa-biasa saja. Namun, harus diakui bahwa apa yang penulis rasakan setelah menontonnya jauh melampaui apa yang diduga. Sekilas, judul film ini mungkin menimbulkan asumsi bahwa ini akan seperti film-film pengusiran setan biasa. Namun, segera setelah menonton beberapa menit pertama, kita dijamin akan terseret ke dalam ceritanya yang memikat. Setiap detilnya begitu memanjakan mata dan emosi.
Pertama-tama, sinematografinya amat mumpuni. Pengambilan gambar yang artistik dan penyutradaraan yang matang menciptakan nuansa tegang namun elegan. Penulis berhasil dibuat kagum oleh bagaimana kamera menangkap emosi setiap karakter, dan bagaimana pencahayaan digunakan untuk meningkatkan intensitas dari setiap adegan.
Salah satu hal yang membuat film ini berbeda dari film-film sejenisnya adalah pendekatannya terhadap tema eksorsisme. Bukan hanya sekadar tradisi dengan doa-doa, The Exorcism akan menggali lebih dalam ke dalam dilema moral, pertempuran spiritual, dan konsekuensi psikologis dari tindakan tersebut. Ya, film ini akan menantang kita untuk merenung, bukan hanya terpaku pada ketegangan horor semata.
Namun, tentu saja, film ini mungkin bukan untuk semua orang. Ada beberapa adegan yang mungkin terasa berlebihan bagi beberapa penonton, dan beberapa adegan yang mungkin memerlukan pemikiran yang mendalam untuk benar-benar diapresiasi. Tapi bagi penulis, hal itu adalah bagian dari keunikan film ini.
Dan pada akhirnya, The Exorcism bukanlah sekadar film horor biasa. Ini adalah karya seni yang menawarkan lebih dari sekadar ketakutan, karena film ini akan menawarkan refleksi, introspeksi, dan pengalaman yang mendalam bagi mereka yang berani menyelami dunianya. Sebuah karya yang patut ditonton, khususnya bagi sobat nonton yang mencari sesuatu yang berbeda dari film-film horor mainstream kebanyakan.