Review Ambyar Mak Byar: Sajikan Romansa yang Menyenangkan
Di antara sobat nonton pasti sudah ada yang menunggu-nunggu sebuah film Indonesia yang berjudul Ambyar Mak Byar. Ya, dari judulnya saja, banyak dari kita yang sudah memasang banyak ekspektasi, bahwa film akan menampilkan kisah yang emosional dan penuh haru.
Film Ambyar Mak Byar akan mengikuti perjalanan Jeru (Gilga Sahid), seorang pemuda yang berjuang meraih kesuksesan di dunia musik bersama band campursarinya yang bernama Konco Seneng. Jeru bersama sahabat-sahabatnya seperti Rick (Evan Loss), Novian (Erick Estrada), dan Wahyu (Yusril Fahriza) berusaha keras untuk menembus ketatnya persaingan musik di dunia hiburan. Namun, jalan mereka tak semudah yang dibayangkan.
Selain perjuangan di dunia musik, Jeru harus menghadapi masalah cinta yang melibatkan Bethari (Happy Asmara). Bethari berasal dari keluarga kerajaan yang tinggal di Keraton Surakarta, sementara Jeru adalah seorang putra abdi dalem dengan kehidupan yang jauh lebih sederhana.
Perbedaan status sosial ini menjadi tantangan besar dalam hubungan mereka. Keluarga Bethari tidak begitu menerima hubungan mereka, dan ini semakin memperburuk keadaan. Namun, Jeru tetap gigih dalam mengejar impian cintanya dan berusaha untuk mendapatkan restu dari keluarga Bethari.
Ambyar Mak Byar mungkin bukan tontonan keren bagi para cinephile pecinta film yang “bagus-karena-tidak-semua-orang-bisa-menikmati”. Mereka mungkin akan menyebut kisah dalam film ini cheesy dan romansanya dangkal. Penulis sendiri tak bisa menyebut naskah film ini mengeksplorasi dinamika percintaannya secara mendalam. Namun, fase manis hubungan Jeru-Bethari memang ditampilkan dengan menyenangkan, khususnya berkat dua pemain utama tadi.
Karakter Jeru sendiri bukan tipikal cowok keren, tapi bukan pula seorang pecundang. Gilga Sahid berhasil menampilkan ekspresi penuh malu-malu serta kepolosan karakternya menjadi elemen penunjang untuk melahirkan sosok yang likeable. Ditunjang oleh Happy Asmara yang juga yang memesona dan sesekali bersikap flirty.
Alurnya sendiri ibarat fan service bagi para penggemar musik campursari yang hobi meromantisasi getirnya patah hati. Dipenuhi oleh situasi yang akan membuat mereka semua akan merasa terwakili, terlebih ketika kisah cinta tokoh utamanya mulai runtuh. Sayangnya, masih ada satu hal vital yang menghalangi dampak emosi pada konflik putus cintanya.
Tentu saja penulis paham, keputusan tersebut diambil mengingat para penonton yang merupakan target marketnya memiliki tendensi bersikap lebay dalam menyikapi putus cinta, termasuk saat menganggap sosok yang meninggalkan mereka sebagai “iblis keji”. Tapi, di beberapa titik, cara naskahnya mengolah penokohan Bethari memang bisa dibilang terlampau berlebihan, hingga melucuti kedekatan rasa terkait “kehilangan seseorang saat sedang sayang-sayangnya”.
Tapi, apapun itu, mari berikan apresiasi terhadap film ini. Karena film ini masih memiliki premis cerita yang relevan dengan kondisi saat ini. Ambyar Mak Byar juga berhasil meluruskan stigma serta menghilangkan pandangan skeptis masyarakat terhadap budaya Jawa khususnya di lingkungan keraton.