Review Bridget Jones: Mad About the Boy: Komedinya yang Khas Jadi Kekuatan Utama
Kehidupan cinta memang kadang memiliki sebuah dilema tertentu yang bisa sangat membahagiakan dan juga menyakitkan. Inilah yang terjadi pada diri Bridget Jones beserta kehidupan cintanya yang baru yang dikemas dalam film berjudul Bridget Jones: Mad About the Boy.
Bridget Jones: Mad About the Boy sendiri merupakan sekuel dari film Bridget Jones's Diary (2001), Bridget Jones: The Edge of Reason (2004), serta Bridget Jones's Baby (2016).
Bridget Jones: Mad About the Boy akan melanjutkan kisah kehidupan percintaan dari Bridget Jones (Renée Zellweger) yang merupakan seorang orang tua tunggal dengan status janda setelah kehilangan suaminya yang bernama Mark Darcy (Colin Firth). Ya, Bridget Jones harus membesarkan anak-anaknya dalam kerasnya kehidupan dengan berbagai tantangan yang dihadapinya.
Bridget Jones pun berusaha melupakan kesedihan dari kisah percintaanya dengan berfokus untuk suatu pekerjaan. Hingga akhirnya ia bertemu dengan sosok pria yang lebih muda bernama Mr. Wallaker (Chiwetel Ejiofor). Mr. Wallaker kebetulan adalah seorang guru sains yang kaku di sekolah anak-anaknya.
Selain itu, dia juga bertemu dengan sosok pria muda bernama Roxster McDuff (Leo Woodall). Lantas, pria manakah yang sanggup memenangkan hati Bridget?
Seperti seri-seri terdahulu, Bridget Jones: Mad About the Boy masih sanggup menjadi pilihan nonton karena jarangnya genre komedi romantis yang dirilis belakangan ini. Lelucon yang diusung patut diacungi jempol dan akan sukses membuat satu studio bioskop tertawa. Walau Renée Zellweger sekarang terlihat lebih ramping dan melakukan operasi wajah, ia masih mantap memerankan karakter Bridget Jones.
Michael Morris selaku sutradara coba “membumikan” penyajian cerita film ini dengan cara memberi kesempatan mengolah keintiman kisah yang otomatis menjadi kekuatan film ini. Walau sayangnya, alur film ini masih tampil formulaik, baik dari segi bentuk maupun timing penempatan konflik dan resolusi. Ditambah lagi Michael Morris masih seringkali terlalu lama berputar di satu titik penceritaan.
Sangat amat terlihat jika sang sutradara bermaksud memberi eksposisi mendalam tentang berbagai hal dari mulai karakterisasi, paparan cinta segitiga, hingga karir Bridget. Namun entah mengapa hasilnya justru menjadi draggy nan melelahkan, minim letupan, dan minim kelokan. Mungkin cukup Bridget saja yang berdiam diri terjebak di satu fase akibat dilema, sedangkan filmnya tak perlu.
Bridget Jones, Mad About the Boy patut berterima kasih pada jajaran cast, baik muka lama ataupun baru. Zellweger tetap piawai membuat sisi quirky Bridget yang masih sulit bicara di muka umum namun tetap disukai. Sedangkan Chiwetel Ejiofor yang disokong karakterisasi cermat naskahnya mampu menjadikannya lawan sepadan bagi kekasih-kekasih Bridget yang terdahulu.
Overall, Bridget Jones: Mad About the Boy tetap merupakan sajian romcom yang patut disantap. Apalagi, beberapa kali penuturan pesannya tentang pembuktian seorang wanita atas kekuatannya disampaikan dengan tegas, tepat sasaran, namun tanpa melupakan sentuhan komedi khasnya.