Review Final Destination: Bloodlines: Hadirkan Pacuan Adrenalin yang sangat Kuat

Lewat premis tentang para karakter yang berusaha untuk menghindari atau mencurangi datangnya kematian yang menghantui mereka, Final Destination yang dirilis pada tahun 2000 silam ini kemudian berkembang menjadi sebuah waralaba horor remaja yang mampu menarik perhatian begitu banyak penggemar film dunia.

Sayangnya, penggunaan premis yang sama secara berulangkali dalam setiap seri waralaba ini justru yang akhirnya membuat seri-seri filmnya lama-kelamaan terasa begitu monoton, meskipun sepertinya setiap orang tetap saja penasaran untuk menonton lanjutan seri ini demi melihat jenis kematian apalagi yang akan ditawarkan para produser waralaba ini kepada mereka.

Dan di seri keenam bertajuk Final Destination: Bloodlines, waralaba ini rupanya tetap menggunakan format serupa seperti film-film sebelumnya, yaitu usaha sekelompok orang untuk mengelabui serangkaian kematian yang terjadi dalam satu lokasi.

Film ini mengisahkan Stefanie (Santa Juana), seorang mahasiswi yang mulai mengalami mimpi buruk tentang sebuah kecelakaan tragis di sebuah menara pada tahun 1960. Mimpi tersebut terasa begitu nyata dan berulang sehingga membuatnya merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar gangguan tidur.

Kala mencari tahu lebih dalam, Stefanie menemukan bahwa mimpi tersebut sebenarnya adalah visi yang diwariskan secara turun-temurun dalam keluarganya. Dia mengetahui bahwa neneknya adalah satu-satunya orang yang selamat dari kecelakaan fatal yang terjadi lebih dari lima puluh tahun yang lalu.

Tapi, selamat dari kejadian ini tak berarti bebas dari takdir mengerikan. Sejak saat itu, korban yang seharusnya meninggal dalam kecelakaan tersebut mulai mengalami kematian secara tragis satu per satu selama bertahun-tahun, seolah malaikat kematian tidak pernah melupakan mereka.

Alhasil, Stefanie semakin cemas Ketika menyadari bahwa kini giliran keturunan mereka yang menjadi target. Dengan nyawa orang-orang terdekatnya dalam bahaya, ia pun harus mencari cara untuk memutus siklus ini sebelum semuanya menjadi semakin terlambat. Berhasilkah ia?

Menurut penulis, Final Destination: Bloodlines harus diakui berhasil menghadirkan sebuah pacuan adrenalin yang sangat kuat pada penontonnya. Angsuran terbaru ini bahkan mampu menghadirkan beberapa jebakan kematian dengan tingkat kesadisan dan kengerian yang melebihi jebakan kematian yang hadir pada seri-seri sebelumnya.

Mulai dari kepala yang tertembus kayu, wajah yang rusak akibat dihantam mesin pemotong rumput, dan tubuh-tubuh yang tergencet di truk pengangkut sampah hingga hancur, semuanya ditampilkan dengan tingkat detil gambar yang begitu kuat serta kehadiran proses kematiannya yang begitu sadis dan dipenuhi darah yang pastinya akan memenuhi setiap sudut layar bioskop. Berbagai kejutan yang diupayakan oleh sang karakter protagonis film ini untuk mengelabui sang malaikat maut pun dijamin bakal bikin sobat nonton berteriak kegirangan.

Meski begitu, film ini bukanlah sebuah sajian horor yang sempurna. Menurut penulis, tidak adanya hal baru dalam plot Final Destination: Bloodlines menjadi nilai minus tersendiri. Terlebih sobat nonton yang menjadi penggemar waralaba ni tentu amat hafal dengan aturan-aturan tentang kematian yang selalu diulang-ulang di tiap seri sebelumnya.

Sobat nonton pun tahu aturan-aturan tersebut takkan terlalu berguna mengingat bagaimana nasib tokoh-tokohnya di bagian akhir yang pastinya mudah ditebak. Belum lagi, Final Destination: Bloodlines kembali memberikan screentime yang sedikit bagi mendiang Tony Todd, layaknya seri kelimanya, Ketika kemunculan karakternya terasa hanya sekadar sambil lalu.

Terlepas dari itu, film ini memang bukanlah suguhan yang menawarkan penampilan akting maupun kualitas cerita berkualitas tinggi, namun tetap mampu untuk menjadi sebuah sajian yang memvisualisasikan kematian dengan tidak sederhana, menegangkan, dan memacu adrenalin.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!