Loading your location

Review Pangku: Hadirkan Kejutan Manis, Hangat, Rapi, dan Jujur

By Ekowi10 November 2025

Setelah sekian lama dikenal sebagai seorang aktor multitalenta yang selalu total di setiap perannya, kali ini Reza Rahadian membuktikan bahwa kemampuan artistiknya tidak hanya berhenti hanya di depan kamera saja. Reza kini coba membawa kisah nyata dari pesisir utara Pulau Jawa ke layar lebar dalam sebuah debut penyutradaraan film panjangnya yang berjudul Pangku.

Film Pangku berkisah tentang Sartika (Claresta Taufan), seorang ibu muda yang sedang berjuang bangkit dari keterpurukan. Setelah mengalami banyak luka dalam hidupnya, Sartika akhirnya sampai di sebuah daerah pesisir pantai utara Jawa, tempat ia bertemu Bu Maya (Christine Hakim), pemilik warung kopi yang penuh kasih dan menjadi sosok ibu baru baginya. Di sinilah hidup Sartika perlahan berubah, meski jalannya nggak mudah.

Hidupnya lalu mulai menemukan sedikit cahaya ketika ia berkenalan dengan Hadi (Fedi Nuril), seorang sopir truk pengangkut ikan yang hangat dan perhatian. Hadi bukan cuma hadir sebagai pelanggan tetap di warung kopi tempat Sartika bekerja, tapi juga jadi sosok yang mampu membuat Sartika kembali percaya pada cinta. Di tengah kesederhanaan dan kerasnya kehidupan Pantura, hubungan mereka tumbuh pelan-pelan, manis tapi realistis.

Tapi tentu saja, perjalanan Sartika tidaklah mulus. Ia harus menghadapi banyak ujian, termasuk tekanan sosial, kemiskinan, dan perjuangan sebagai ibu tunggal. Sementara sang anak, Bayu (Shakeel Aisy), tumbuh dengan rasa malu dan penolakan terhadap pekerjaan ibunya. Di sisi lain, Bayu justru menemukan teman baru bernama Gilang (Devano Danendra), seorang anak yatim yang mengajarkan makna ketulusan dan ketahanan hidup.

Well, jika melihat sekilas dari poster atau trailernya, film Pangku mungkin akan dibayangkan sebagai drama “festival” yang berat. Padaha, film debut penyutradaraan Reza Rahadian ini justru aksesibel, indah, dan mengalir. Film ini merupakan slice-of-life yang tidak menakut-nakuti penonton, melainkan mengajak kita menyimak tanpa perlu tergesa-gesa.

Kekuatan utama film ini ada pada visualnya yang super teliti, dari potongan daging mi ayam yang nyaris bisa kita cicip, pasar ikan yang becek dan riuh, hingga bedak tabur tahun 90-an di wajah karakternya yang bukan saja sekadar kosmetik, tapi juga ikut bertutur tentang kelas sosial, waktu, dan tempat. Nuansa dokumenter realismenya pun turut terasa, hal itu bisa dilihat dari set yang apa adanya namun tetap terasa dirancang dengan cermat.

Ya, menonton Pangku seperti menyaksikan film buatan sineas Iran yang dikenal dengan kesederhanaan yang mewakili ragam perasaan, di mana sang sineas tak perlu banyak bertutur kata lewat dialog-dialognya, namun biarkan gambarnya saja yang menyampaikan perasaan para karakternya di layar.

Tema besar yang diangkat oleh film ini juga tidak terasa menghakimi. Film Pangku seolah hanya ingin memotret wajah Indonesia tanpa perlu melodrama murahan. Film Pangku juga tidak mendiskreditkan kaum perempuan, ataupun kelompok marjinal, karena film ini hanya bermaksud menyodorkan sebuah contoh kasus, dan membiarkan kita semua mencari sendiri kaitnya pada hidup kita masing-masing.

Overall, Pangku adalah sebuah kejutan manis, hangat, rapi, sekaligus jujur. Pangku adalah sebuah film yang perlu dirayakan, karena Pangku akan menyajikan kepada kita semua sebuah gambar yang bergerak namun dengan kesenyapan yang memberikan banyak makna.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Tukar Takdir
Exit 8
Dibalik Pintu Kematian
ROSARIO

COMING SOON

Darah Pemuja Setan
The Odyssey
Wasiat Warisan
Siksa Sampai Mati