Loading your location

Review Predator: Badlands: Salah Satu Seri Terbaik dari Waralaba Predator

By Ekowi07 November 2025

Setelah puluhan tahun, akhirnya waralaba Predator memiliki installment yang bisa menjaga substansi film orisinalnya, tanpa harus melakukan pengulangan. Predators (2010) memang solid, namun sebatas reka ulang film pertama dengan jagoan yang kalah karismatik. Sedangkan Predator 2 (1990) dan The Predator (2018) kehilangan nyawa akibat coba tampil beda. Prey dan Predator: Killer of Killers juga mengakhiri rentetan pemilihan judul yang miskin kreativitas.

Dan kini, sambutlah Predator: Badlands. Dinahkodai oleh Dan Trachtenberg, sineas yang juga menggarap Prey dan Predator: Killer of Killers, Predator: Badlands disebut-sebut akan menghadirkan suatu karakter “pemburu” dengan perspektif yang baru.

Predator: Badlands akan menceritakan sesosok predator dari klan Yautja bernama Dek (Dimitrius Schuster-Koloamatangi). Dek adalah predator muda yang dianggap lemah dan dipandang sebelah mata oleh ayah dan klannya sendiri. Walau demikian, ia bersikukuh mencari buruan yang paling sulit dikalahkan, yang bahkan sang ayah pun tak bisa mengalahkan buruan itu.

Buruan tersebut bernama Kalisk yang hidup di planet Genna. Genna sendiri merupakan sebuah planet yang dikenal sebagai planet kematian. Dalam perjalanannya itu, Dek bertemu robot berbadan setengah. Robot itu adalah Thia (Elle Fanning). Thia kehilangan kakinya ketika bertemu Kalisk dan terjebak di dalam planet itu selama 2 tahun.

Atas dasar pengalaman itu, Dek membawa Thia guna menuntun jalan untuk bertemu monster yang abadi itu. Dalam masa pencariannya, Dek dan Thia saling bahu-membahu bekerja sama melewati rintangan-rintangan yang mengerikan di planet kematian. Padahal sebelumnya, Yautja dikenal sebagai predator yang individual dalam berkelahi dan mencari mangsa. Namun melalui Thia, Dek belajar apa itu arti kerja sama tim.

Lagi-lagi, Predator: Badlands seakan memberi kebebasan eksplorasi bagi sang sutradara, Dan Trachtenberg. Menyaksikan visual film ini juga terasa seperti mengunjungi sebuah museum berisi lukisan-lukisan yang menangkap jejak kekerasan, namun ditampilkan secara indah.

Naskah garapan Dan Trachtenberg bersama Patrick Aison dan Jim Thomas ini sejatinya tak menyediakan jalinan cerita kompleks, tapi kesederhanaan tersebut coba diolah secara efektif, sehingga durasi yang tak sampai dua jam ini tak menghalangi film ini untuk mengembangkan mitologi waralabanya. Rasa-rasanya, belum pernah dunia Predator dikembangkan semenarik ini, tanpa harus menggelar eksperimen yang terlalu liar.

Segala gelaran aksi film ini juga tampil begitu badass, bukan saja karena penggunaan kekerasannya, tapi juga ketiadaan kesan basa-basi di tiap pertarungan. Kedua protagonisnya juga tidak perlu dibuat mengerti dan coba menganalisa makhluk apa yang mereka hadapi. Satu hal yang keduanya pahami betul adalah, mereka mesti membunuh bila tak mau dibunuh.

Film ini juga unggul dalam segi audio. Mulai dari komposisi musik latar, mixing, hingga desain suara predator yang khas. Musik latar dalam film ini tentunya enjadi elemen pendukung yang sangat mempengaruhi nuansa suspense dan mewujudkan penampilan predator sebagai alien pemburu yang mengintimidasi mangsanya.

Cara Dan Trachtenberg menempatkan kamera juga sangat efektif. Perhatikan juga cara dia menggunakan fokus, membuat sobat nonton benar-benar merasa seperti berada di sana. Ditambah dengan CGI yang meyakinkan dan editing yang mantap, maka sobat nonton akan menemukan kenapa Predator: Badlands layak disebut sebagai salah satu seri terbaik dari waralaba Predator.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Secret: Untold Melody
BADIK
Boss
Caught Stealing

COMING SOON

28 Years Later: The Bone Temple
BTS 2016 & 2017 CONCERT MARATHON
Avatar: Fire and Ash
Putra