Review Until Dawn: Sajikan Deretan Ketegangan dengan Intensitas yang Maksimal
Okay, walau bukan lagi barang baru, time loop premise dalam film-film memang selalu menarik untuk dikembangkan menjadi plot fantasi yang sangat luas dalam genre-nya. Seperti yang ditawarkan oleh Sony Pictures dalam film yang berjudul Until Dawn ini. Until Dawn sendiri merupakan adaptasi dari permainan video game berjudul sama.
Until Dawn berkisah tentang lima sekawan bernama Clover (Ella Rubin), Megan (Yoo Ji Young), Max (Michael Cimino), Nina (Odessa A'zion) dan Abel (Belmont Cameli). Kelimanya pergi ke sebuah kota terpencil untuk mencari adik Clover, Melanie yang hilang secara misterius setahun silam.
Oleh penduduk setempat, kelimanya diarahkan ke sebuah resor tak berpenghuni. Keanehan pun mulai terjadi setelah mereka masuk ke dalam sebuah rumah di sana. Mulai dari mobil mereka mendadak hilang, terkurung oleh hujan badai tak berkesudahan yang anehnya tidak mengguyur rumah tersebut, hingga ditemukannya foto-foto orang hilang di kota tersebut termasuk Melanie di dalamnya.
Belum hilang rasa penasaran Clover dkk, mereka sudah dikejutkan dengan kedatangan seorang pembunuh bertopeng yang tanpa tedeng aling-aling langsung membunuh mereka satu per satu dengan brutal. Mereka pun semakin bingung karena walaupun sudah dibunuh, kelimanya kemudian hidup kembali di hari berikutnya, tepatnya setelah pagi menjelang.
Clover dan kawan-kawannya lagi-lagi harus kehilangan nyawa di hari-hari berikutnya dengan cara yang berbeda, hingga akhirnya mereka menyadari bahwa kejadian ini dikendalikan oleh satu sosok jahat yang senang bereksperimen dengan manusia. Clover dan teman-temannya pun harus menyatukan hati dan pikiran untuk bertahan hidup hingga malam sirna, sekaligus menemukan dalang eksperimen gila itu.
Tidak seperti Source Code ataupun Edge of Tomorrow yang sama-sama menggunakan elemen cerita aksi dalam pemanfaatan konsep cerita time loop-nya, Until Dawn rupanya terasa lebih leluasa dalam penuturan kisahnya. Ya, Until Dawn memang tidak terlalu berfokus maupun terikat pada aturan-aturan yang biasa selalu menjadi penekanan pada cerita film-film sejenis. Tidak mengherankan jika Until Dawn kemudian mampu menghadirkan deretan ketegangan dengan intensitas yang lebih maksimal.
Namun, di saat yang bersamaan, tidak dipungkiri bahwa fokus yang lebih ditekankan pada eksekusi deretan adegan mencekam dalam film ini memang membuat Until Dawn harus kehilangan pegangannya pada pengembangan konflik maupun karakternya. Bisa dibilang, naskah cerita yang digarap oleh Blair Butler dan Gary Dauberman ini masih terasa menyia-nyiakan talenta akting para pemainnya ketika banyak karakter tampil dengan porsi pengisahan yang jauh dari kesan yang mendalam.
Untungnya, pilihan untuk menghadirkan film ini dengan ritme pengisahan yang cepat lantas menjadikan alur cerita bergerak secara dinamis. Eksekusi cerita akan konsep time loop yang dihadirkan di sini bagaikan sebuah permainan video juga sama sekali tidak buruk.
Overall, jika sobat nonton merupakan penyuka film-film berjenis time loop, maka Until Dawn sungguhlah sayang untuk dilewatkan begitu saja. Dan ajaklah teman-teman sobat nonton untuk menonton film ini karena merupakan jenis film yang akan sangat tepat jika ditonton dengan crowd yang sangat meriah.