Loading your location

Review Woodwalkers: Cerita dan Premisnya Oke, Tapi

By Ekowi31 Januari 2025

Sobat nonton pernah tidak membayangkan bahwa ada sejumlah hewan yang bisa berubah menjadi manusia di dunia yang kita tempati? Ya, kondisi itu coba divisualisasikan dalam karya terbaru sutradara Damian John Harper berjudul Woodwalkers. Diadaptasi dari novel dengan judul yang sama, film ini mengisahkan tentang Carag (Emile Cherif) remaja yang bisa berubah bentuk menjadi seekor puma alias Woodwalker atau pengubah bentuk.

Sebelumnya, ia tumbuh di alam liar sebagai seekor puma Bersama keluarganya, namun memutuskan untuk pergi guna hidup dalam wujud manusia agar dapat diterima di dunia manusia. Sayangnya, perangainya yang 'unik' membuatnya tidak mudah diterima oleh lingkungan sekitarnya, bahkan oleh keluarga yang mengangkatnya sebagai kerabat.

Alhasil, Carag dikirim Clearwater High, sebuah sekolah asrama rahasia untuk Woodwalker seperti dirinya. Ia kemudian merasa lebih diterima, dan segera menemukan teman-teman dalam diri Holly, seekor tupai merah yang nakal, dan Brandon, seekor bison yang pemalu. Bersama-sama, mereka menjelajahi dunia Woodwalker penuh dengan misteri dan bahaya. Terutama yang berkaitan dengan para serigala dan sosok bernama Andrew Milling.

Menurut penulis, produksi terbaru Studio Canal ini pada dasarnya memiliki modal cerita dan premis yang menarik. Sebagai film bergenre fantasi, visualnya pun cukup memanjakan mata, terlebih didukung dengan pemilihan lokasi yang memiliki lanskap serta pemandangan yang indah. Sayangnya, itu semua tidak ditunjang dengan eksekusi maksimal di departemen-departemen lain.

Salah satunya yang paling menonjol adalah keputusan untuk men-dubbing dialog yang aslinya berbahasa Jerman menjadi Bahasa Inggris. Menurut penulis, hal itu justru membuat dialognya terasa tidak enak didengar karena intonasinya yang bisa dibilang banyak yang kurang pas. Dan bagi penulis, menonton sebuah film dengan dialog yang antara gerakan mulut dan suara yang keluar berbeda, cukup mengganggu. Padahal, jika dibiarkan saja tanpa dubbing, hasilnya pasti lebih baik.

Kemudian, proses editing dalam Woodwalkers juga patut disorot. Pasalnya, menurut penulis, rangkain cerita film ini tidak dirajut dengan baik, dan itu terlihat dari perpindahan dari satu adegan ke adegan lain acap kali tidak mulus. Tapi, jika film ini memang ditujukan untuk menjadi tontonan anak-anak, tentu tidak menjadi masalah yang berarti karena untuk ukuran sebuah entertainment, Woodwalkers tetap mampu menghibur.

Terakhir, andai saja pembuat film ini lebih serius dan proper, terutama dalam hal menggunakan efek visual dan CGI tingkat tinggi, Woodwalkers beroteni menjadi film fantasi berkelas layaknya film-film Hollywood.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

(G)I-DLE WORLD TOUR [iDOL] IN CINEMAS
SKY FORCE
Paddington in Peru
OVERLORD: THE SACRED KINGDOM

COMING SOON

Sumur Jiwo 1977
The Buckingham Murders
Jadi Tuh Barang
Anyone But You