Loading your location

Review Smile: Bikin Tegang dan Cemas Maksimal!

By Ekowi28 September 2022

Film Smile menceritakan tentang seorang psikiater bernama Rose (diperankan Sosie Bacon) yang selalu mengalami teror mengerikan. Ia merasa selalu diganggu oleh sesuatu yang diyakininya sebagai fenomena supranatural.

Awalnya, Rose sempat mengalami sebuah kejadian aneh dengan salah satu pasiennya hingga membuatnya trauma. Sejak saat itu, dirinya mulai mengalami berbagai kejadian mengerikan di luar nalar. Saat berbagai kejadian yang membahayakan nyawanya mulai mengganggu, ia pun harus menghadapi konflik dari masa lalunya agar bisa terbebas dari teror mengerikan tadi.

Apa yang sebenarnya Parker Finn lakukan di sini sebagai sutradara sebenarnya bukanlah sesuatu yang revolusioner di dunia film horror. Dengan tokoh utama seorang wanita, beragam kematian misterius, hingga setting suburban yang tampaknya adalah lokasi paling ideal di sebuah film horror. Itu semua bukan hal yang baru di ranah film horror.

Namun, Parker Finn ternyata mampu memaksimalkan potensi itu semua dengan sebaik-baiknya, tanpa menyia-nyiakan ruang kosong untuk sebuah kekonyolan yang menurunkan kadar ketakutan penontonnya. Smile dengan seksama dalam mengandalkan adegan penuh jump-scare (nan disturbing!) serta adegan jerit-jeritan sang tokoh utama wanita tadi, namun tetap stabil dan fokus dalam menciptakan serta menjaga atmosfer dan ambience yang menegangkan dan penuh kecemasan tinggi.

Di sinilah Smile bermain dengan sangat baik, hingga bisa membuat penonton berdebar-debar (dengan perasaan senang), memberikan sobat nonton efek anxiety disorder dan paranoid serupa yang dialami tokohnya yang terkena “kutukan” menakutkan itu. Gaya penceritaan yang terasa pelan dengan sentuhan tone yang kelam sesungguhnya adalah metode yang sangat efektif dalam mendukung nuansa ketegangan yang ingin dibangun. Setiap kemunculan adegan “smile” juga kemudian dilakukan dengan sangat berkelas dan efektif!

Smile juga akan mengingatkanmu pada film-film horror lawas sekitar tahun 70-80an, seperti The Shining-nya Stanley Kubrick, Alien-nya Ridley Scott, hingga The Evil Dead kepunyaan Sam Raimi. Pun terutama dari bagaimana cara Parker Finn membangun filmnya dengan gaya bercerita yang tenang, serta menciptakan suasana yang sepi nan mencekam. Selain itu, pilihan Parker Finn melalui beberapa pergerakan kinetik kameranya juga akan membuat sobat nonton sibuk dalam memindai layar.

Jika sobat nonton takut tidak akan menemukan horror berkualitas seperti The Conjuring ataupun The Babadook di tahun ini, maka sudah saatnya untuk mengubur rasa cemas tersebut, karena Smile berhasil memberikan sebuah horror menyenangkan dengan berbagai kombinasi elemen yang kita cari dari sebuah film horror berkualitas.

Ini unik, Smile adalah sebuah horror yang unik, karena ia terkesan standard horror pada umumnya, bahkan pada awalnya sobat nonton mungkin akan merasa ragu bagaimana filmnya akan coba menghibur dengan premis yang sangat sederhana tadi. Cara ia tampil di hadapan sobat nonton juga menciptakan impresi bahwa film ini tidak mencoba untuk menakut-nakuti, tapi setelah itu ia akan menangkap, mencengkeram, lalu mempermainkan alam pikiran sobat nonton dengan pertanyaan yang dilengkapi dengan intimitas dan emosi, dan ketika filmnya berakhir, maka atmosfer yang diciptakan akan terus tinggal di pikiran.

Ya, itu yang sangat menarik dari film ini. Smile membuat penonton bertanya-tanya dalam rasa ragu sembari terus berada dalam mode waspada. Tidak ada mitologi rumit yang ditawarkan film ini. Smile diawali oleh konsep sequence layaknya ribuan film horror lainnya, untuk kemudian lahirlah berbagai pertanyaan yang janggal, membingungkan, dan mengganggu benak kita semua.

Ada ketidakjelasan dan anomali yang dibentuk dan terjaga dengan manis di sini. Smile terus tumbuh ke arah yang positif karena ia cerdas dalam menggoda imajinasi kita para penontonnya, lengkap dengan scoring eerie dengan parade jump-scare yang sangat tepat sasaran.

Intensitas keseraman yang dimiliki film ini bukan hanya sekelas The Babadook, Drag Me to Hell, dan It Follows (yang menghadirkan nuansa sejenis), bahkan boleh dibilang selevel dengan horror legendaris Jepang seperti Ju-on: The Grudge, memutar-mutar pertanyaan ada atau tidak ada yang lantas membuat rasa yakin dan penasaran sobat nonton terombang-ambing liar tapi dengan tekstur yang padat, jadi tidak akan membuat berbagai formula klasik dan super familiar dari sebuah film horror yang digunakan terasa biasa-biasa saja. Malahan, Smile berhasil tampil dengan cita rasa yang segar.

Pada akhirnya, Smile adalah sebuah produk horror yang lahir bukan hanya untuk membawa penontonnya masuk ke dalam permainan penuh misteri menarik yang menyeramkan dan mengganggu, tapi ia juga lahir untuk menjadi sebuah wahana yang menyenangkan.

Smile bergerak perlahan namun terus mencengkeram bukan hanya lewat pertanyaan yang ia punya, namun juga pintar dalam memainkan tempo, momentum, suasana, misteri, bersamaan dengan thrill yang bukan hanya mengguncang ketika hadir di layar, tapi juga akan memberikan kenang-kenangan berupa paranoia yang tetap tinggal dan bermain di pikiran sobat nonton dalam waktu yang lama. Dan mungkin, setelah menonton film ini, kita tidak akan pernah melihat orang yang sedang tersenyum dengan cara atau perasaan yang sama lagi.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Bila Esok Ibu Tiada
Wicked
The Quintessential Quintuplets Specials 2
BAEKHYUN: Lonsdaleite [dot] IN CINEMAS

COMING SOON

GJLS
Blade
MaXXXine
Perempuan Berkelamin Darah