Loading your location

Review Until Tomorrow: Sentimentil!

By Ekowi29 September 2022

Layaknya isu-isu seperti hamil di luar nikah atau pelecehan seksual, dalam membangun konflik ke sebuah hubungan-hubungan berlatar percintaan, baik dalam film ataupun novel, entah karena sudah lekat dengan budaya kita. Dua hal yang disinggung di awal tadi adalah sebuah stereotipikal film kita dari dulu hingga sekarang.

Walau tak semuanya jelek, namun masih menyisakan satu-dua relevansi yang bisa membuat filmnya tetap bagus, kemajuan sinema kita beberapa tahun belakangan mungkin sudah sedikit bisa beranjak dari elemen-elemen stereotip tersebut. Tapi, ada satu lagi alternatif lain yang tak kalah sering muncul di benak para penulis skenario dengan tendensi-tendensinya yang dangkal.

Sesuatu yang disebut dengan “melodramatic disease porn”, yang merujuk pada penggunaan berbagai macam penyakit untuk memancing empati penonton. Atau lebih tepatnya, kesedihan pemirsanya ke sebuah gelaran tragedi dalam dramatisasi filmis.

Satu lagi film terbaru Indonesia yang mengangkat isu mengenai disease porn tadi adalah Until Tomorrow karya Hadrah Daeng Ratu, yang konon diangkat dari kisah nyata. Filmnya sendiri mengangkat kisah tentang penantian Sarah (Clara Bernadeth) akan sebuah pernikahan bersama kekasihnya, Haka (Deva Mahenra) yang akhirnya mulai terwujud ketika secara mengejutkan Haka melamar dirinya setelah lama berpacaran.

Namun, kebahagiaan mereka seakan terenggut ketika Sarah divonis menderita kanker darah stadium tiga, dan harus intens menjalani pengobatan. Di sisi lain, peluang pekerjaan Haka pun sedang bersinar. Ia lalu harus membagi waktunya untuk menemani Sarah dan menyelesaikan pekerjaannya.

Bisa dibilang, Hadrah berhasil membangun kehidupan Sarah dan Haka dengan cara yang halus, disertai dengan eksposisi yang lembut di antara keduanya. Ketika sobat nonton telah merasa tertarik dengan kehidupan mereka berdua, merasakan kehangatan yang terdapat di dalam kehidupan mereka yang sudah berada di tahap “sempurna” itu, sobat nonton kemudian dibawa menyaksikan dua karakter utama menghadapi sebuah masalah, sebuah ujian besar lewat sebuah masalah kesehatan.

Masalah kesehatan yang menimpa sang karakter utama sebenarnya bukan sesuatu yang dapat dianggap kecil, tapi yang menarik adalah Hadrah tidak terlalu mengarahkan isu tersebut sebagai sebuah “ancaman” yang menakutkan. Memang itu merupakan sebuah ujian bagi kisah cinta yang tentu saja didambakan setiap pasangan untuk berakhir bahagia.

Tapi, ketimbang membuat karakternya berhadapan dengan berbagai konflik dengan konten yang rumit dan super berat, Until Tomorrow menggulirkan kisahnya menjadi sebuah observasi terhadap pembuktian dari kekuatan cinta itu sendiri, dibawa melihat bagaimana Sarah dan Haka mencoba melewati satu lagi rintangan besar dalam kisah cinta mereka.

Ada gejolak emosi yang memang sepantasnya muncul pada momen dan konflik seperti itu, serta rasa sakit dan juga rasa cinta yang tampil secara jelas maupun secara implisit dari keduanya yang mampu dikemas dengan baik. Ketidakpastian pada hasil akhir pengobatan membuat mereka harus menunggu dan kembali menunggu, perlahan mereka semakin tersiksa dan di sana hadirlah keinginan untuk meringankan beban satu sama lain, sesuatu yang manis (atau justru menyakitkan?) dan ditampilkan dengan amat apik pula oleh dua karakter utamanya.

Itu tadi adalah bagian terbaik dari film ini, bagaimana simpati dan juga empati bermain bukan terhadap masalah utama yang harus Sarah dan Haka hadapi, melainkan pada perjuangan mereka untuk saling menguatkan. Hal yang paling memorable dari film ini adalah bagaimana karakter Sarah tetap tenang, tabah, dan teguh dengan cara yang subtle ketika harus menghadapi sebuah masalah besar.

Script-nya mampu mengakomodasi hal di atas tadi, dan arahan dari sutradara pun juga demikian, namun kunci terbesar dari pencapaian tersebut terletak pada kinerja akting dari dua pemeran utamanya, Clara Bernadeth dan Deva Mahenra.

Overall, Until Tomorrow adalah sebuah film yang memuaskan. Di bawah arahan Hadrah Daeng Ratu, film ini tidak menampilkan dramatisasi dengan rasa putus asa yang berlebihan, dan ia juga tidak pernah mencoba untuk membawa penontonnya menuju titik puncak yang penuh ledakan.

Dan dengan cara tampil subtle sedari awal hingga akhir, Until Tomorrow justru sukses mengingatkan kembali sobat nonton pada makna cinta. Sebuah penggambaran dari kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh cinta dan tentu saja bagaimana peran hebat dari cinta itu sendiri di dalam sebuah hubungan. Sentimentil!

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Bade Miyan Chote Miyan
aespa: WORLD TOUR in cinemas
The Architecture of Love
Glenn Fredly: The Movie

COMING SOON

24 Jam Bersama Gaspar
Sakaratul Maut
Snow White
Sengkolo Pemandi Mayat