Review My Daughter Is a Zombie: Film Zombi yang Menyenangkan dan Menghibur
Sejak film Train to Busan, tema zombie seperti menemukan popularitas baru di negeri Korea Selatan. Di layar lebar, bermunculan judul-judul seperti Rampant (2018), Alive (2020), dan tentunya sekuel dari Train to Busan itu sendiri, Peninsula (2020). Sedangkan di layar kaca, Kingdom juga telah melahirkan fenomenanya tersendiri. Maka tidak mengherankan jika gelombang besar tersebut turut melahirkan film-film zombie lainnya, salah satunya adalah My Daughter Is a Zombie.
Film yang disutradarai oleh Pil Gam-Seong ini berlatar waktu satu tahun setelah wabah zombie melanda dan menewaskan ratusan ribu jiwa di Korea Selatan. Setelah melalui masa krisis yang panjang dan penuh pengorbanan tadi, negara akhirnya dinyatakan aman dari serangan zombie.
Namun, ada satu rahasia besar yang hanya diketahui oleh seorang pria bernama Lee Jeong-Hwan (Jo Jung-Suk). Ia adalah ayah dari Lee Soo-Ah (Choi Yoo-Ri), satu-satunya manusia zombie yang masih bertahan hidup di dunia. Jeong-Hwan kemudian membawa Soo-Ah ke kampung halaman ibunya, Kim Bam-Soon (Lee Jeong-Eun) yang juga merupakan nenek Soo-Ah. Meski kini berubah menjadi zombie, Soo-Ah masih menunjukkan sisa-sisa ingatan dan emosi seperti manusia normal.
Sebagai ayah, Jung-Hwan lantas berusaha menjalani hidup normal sambil menyembunyikan kenyataan pahit tentang putrinya. Namun, ia rupanya tetap dibayangi oleh masa lalu dan kekhawatiran akan hari esok.
Tak bisa disangkal, My Daughter Is a Zombie masih bersenjatakan formula minim inovasi. Walau situasinya berbeda, teror para zombie masih menggunakan pola familiar. Di sini kemampuan Pil Gam-Seong selaku sutradara dalam membangun intensitas turut mengambil peran. Sedari awal, kita seperti dibuat berharap-harap cemas mengantisipasi terjadinya momen yang intens. Dan terbukti, My Daughter is a Zombie seperti mengembalikan kengerian zombie yang bukan sekadar monster tanpa otak berwajah rusak.
Walaupun jika boleh jujur, film ini masih sedikit menyisakan kekecewaan tatkala kadar gore-nya ternyata begitu minim. Namun, film ini ternyata coba mengganti kebrutalan tersebut dengan konsistensi intensitas. Ketegangan senantiasa mengiringi karena deretan tokohnya digambarkan hanya manusia biasa yang lemah nan rapuh, bukan seorang action hero, bukan pula militer atau status lain yang kerap disematkan pada protagonis supaya penonton memaklumi kehebatannya dalam beraksi.
Meski masih memiliki kadar aksi, akan tetapi My Daughter Is a Zombie tetap lebih banyak menawarkan usaha menarik lewat karakternya dalam menyusun strategi untuk bisa melewati hadangan zombie. Pun begitu dengan selipan dramanya yang juga serupa, minim inovasi dan terasa familiar, namun tetap berhasil dimaksimalkan.
Overall, My Daughter Is a Zombie memang masih menawarkan pesan moral klise tentang kekeluargaan yang menyolok dan berupaya memancing emosi penonton. Namun begitu, film ini tetaplah sebuah tontonan menyenangkan yang patut dilahap jika sobat nonton mencari film bertema zombie yang menghibur.