Loading your location

Review Bangsatnya Cinta Pertama: Tertolong Kualitas Akting Para Pemainnya

By Ekowi06 Oktober 2023

Penyakit akut bagi film Indonesia yang menjalani proses syuting di luar negeri adalah lebih berfokus pada eksploitasi pemandangan dari tiap sudut lokasi. Tidak jarang filmnya melupakan tugas bernarasi dan seperti dokumentasi jalan-jalan belaka. Mungkin para pembuatnya beranggapan bahwa penonton Indonesia kampungan, mudah dibuat terperangah oleh suatu negeri asing.

Tapi, bisa saja sebaliknya. Para pembuatnya yang kampungan karena terlalu kagum, sampai merasa sayang untuk tidak sebanyak mungkin menyelipkan footage tersebut. Materi promosi menuju perilisan film Bangsatnya Cinta Pertama karya sutradara Eugene Panji ini untungnya tidak nampak seperti itu. Film ini nampaknya ingin terlihat memfokuskan kisah pada lingkup persahabatan serta cinta di dalam pertemanan. Ada harapan besar di benak kita semua. Harapan itu, sayangnya, tak seutuhnya terpenuhi.

Kisah film ini bermula dari persahabatan Fraya (Adinda Thomas), Tya (Rania Putrisari), dan Dara (Annette Edoarda). Ketiganya memiliki sifat yang berbeda dan unik. Fraya pandai membuat kue dan bercita-cita memiliki toko kue sendiri karena ia perfeksionis. Tya menjadi pekerja kreatif, sedangkan Dara adalah seorang gadis cerdas hingga mampu melanjutkan kuliah ke Belanda.

Fraya belum pernah jatuh cinta dan merasakan pacaran sebelumnya, sementara Tya adalah gadis yang mudah jatuh cinta dan menganggap semuanya adalah cinta pertama. Saat Dara sedang dalam tahun terakhir kuliahnya di Belanda dan sedang menyelesaikan disertasi, ia mengundang Tya dan Fraya ke Belanda. Di Belanda, Dara memiliki seorang tetangga bernama Elmar (Elang El Gibran), mahasiswa Indonesia yang juga sedang kuliah di Belanda. Tya yang mudah jatuh cinta segera saja tertarik pada Elmar dan berusaha mendekatinya secara blak-blakan.

Di sisi lain, Fraya yang lebih tenang ternyata juga suka pada Elmar. Namun perasaan itu disembunyikannya dari Tya. Elmar sendiri membalas perasaan Fraya, serta tidak terlalu menanggapi Tya. Konflik mulai muncul akibat perasaan cinta segitiga antara sahabat ini, yang pada akhirnya melibatkan Dara yang berusaha menengahi. Akankah Fraya yang baru pertama kali jatuh cinta bisa berdamai dengan Tya yang blak-blakan terhadap Elmar yang juga memiliki pesona berbeda di tengah liburan mereka yang seru?

Well, seperti premisnya, alur film ini memang tidak linier. Dan pada akhirnya, penonton "diminta" untuk menebak siapa yang akan dipilih oleh Elmar. Seolah seperti petunjuk, tapi baris kalimat yang terucap dari mulut Elmar sesungguhnya merupakan sebuah pengecoh demi membuat penonton terus berpikir. Tidak sulit untuk menebak "siapa", dan semestinya film ini tak berfokus pada hasil akhir, melainkan proses.

Sayang seribu sayang, naskahnya justru lebih tertarik menggiring penonton untuk menebak daripada mengeksplorasi proses persahabatan serta detail dari tiap karakternya. Akibatnya, perjalanan yang ditempuh malah berujung hampa. Kehangatan persahabatan yang ditampilkan di film ini pun tak terasa. Kita bagai outsider yang hanya melihat rekaman karakternya jalan-jalan tanpa dipersilakan masuk lebih jauh untuk mengenal.

Penulisan dialognya pun jauh dari kesan menarik. Minim eksplorasi serta kreatifitas, karena mayoritas kalimat tidak jauh dari obrolan dangkal santai. Memang sinematografi dari sinematografer Propagandhy cukup well-made, tapi rasanya kosong, tak ubahnya video traveling yang banyak beredar di YouTube (dengan kualitas gambar yang lebih baik tentunya).

Penulis memahami pilihan filmnya untuk berfokus hanya pada persahabatan dan cinta, meminggirkan aspek esensial lain seperti perjuangan beradaptasi di negeri asing dalam kondisi sederhana, misalnya. Tapi sekali lagi, itu percuma di saat jalinan persahabatan tak menghadirkan impact emosional yang kuat. Tapi diluar keburukan itu, izinkan penulis untuk memberi pembelaan terhadap premisnya. Banyak orang beranggapan kisah cinta segitiga di sini layaknya roman picisan belaka. Tapi, coba pikir lagi. Kalian tinggal di tempat asing, jauh dari rumah, lalu bertemu orang-orang satu tanah air. Otomatis akan tercipta intimasi. Hal itu terjadi semua karakter di film ini.

Pada akhirnya, Bangsatnya Cinta Pertama menjadi contoh nyata pentingnya kualitas akting dalam suatu film. Di saat naskahnya lemah, fokus melebar kearah "unjuk gigi visual", kita mungkin masih bisa menikmati film ini. Bisa tertawa bahagia pun tersentuh oleh beberapa momen. Bukan karena eksekusi sutradara atau kedalaman kisahnya, tapi berkat penghantaran memikat dari para jajaran pelakonnya.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Heretic
Cinta Dalam Ikhlas
Bila Esok Ibu Tiada
Santet Segoro Pitu

COMING SOON

Iblis dalam Kandungan 2
Korban Jatuh Tempo: Pinjol
Angel Pol
Comic 8 Revolution