Review Kun Ana Wa Anta: Salah Satu Film Anak yang Memorable Tahun Ini
Kisah-kisah persahabatan manusia dan satwa banyak diminati oleh pecinta film di berbagai negara, termasuk juga di Indonesia. Namun sayangnya, tak banyak rumah produksi Indonesia yang tertarik mengangkat film tentang persahabatan manusia dan satwa ini ke layar lebar. Yang terbaru, sineas Rully Manna yang sebelumnya lebih banyak berkiprah di dunia sinema elektronik, kini memberanikan diri untuk mengangkat tema di atas ke layar perak dengan judul Kun Ana Wa Anta.
Kun Ana Wa Anta menceritakan kisah petualangan 5 orang anak yang berusaha menyelamatkan satwa liar yang diburu secara ilegal oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kisahnya bermula dari Firman (Muzakki Ramdhan) yang menemukan orang utan masuk ke dalam pesantrennya. Firman langsung memelihara orang utan tersebut dan memberinya nama panggilan Uto.
Suatu hari, ia bertengkar dengan Hanif (Abe Moore). Hanif tidak suka jika Firman harus memelihara hewan, tetapi Firman bersikeras untuk tetap melindungi Uto. Ditambah, Khanza (Balgis Balfas) dan Lili (Kayla Haryo) yang berebut untuk ikut memelihara Uto. Ketika mereka hendak menyembunyikan Uto, tiba-tiba Uto menghilang. Mereka bergegas mencari Uto karena khawatir Uto diculik.
Saat pencarian, mereka malah bertemu dengan pedagang hewan langka ilegal dengan tampang yang seram bernama Dody (Andy Boim). Nah, mampukah mereka menyelamatkan Uto dan satwa liar lainnya dari pemburu ilegal tersebut?
Kun Ana Wa Anta bergerak sederhana sesuai formula, tapi serupa dinamika dunia anak, kompleksitas bukan bagian dari kebutuhan penceritaan. Rasa riang gembira dibumbui beberapa nilai kehidupan mendasar coba diangkat dalam film ini. Skenario buatan Achi TM dan Rina Novita memang menyisakan beberapa lubang problematika, semisal saat karakter-karakter protagonis memilih menyerang si pemburu satwa liar alih-alih melapor pada petugas berwajib.
Semuanya seperti terkesan dipaksa untuk ada, semata demi peningkatan konflik utama sembari merampungkan konflik interpersonal. Di luar itu, naskahnya cerdik merangkum pesan-pesan guna membantu orang tua menyampaikan berbagai nilai pada anak.
Film ini berhasil mengajarkan perlunya kepedulian terhadap hewan. Rangkaian pembelajaran tersebut cukup jelas untuk diserap penonton anak, namun lembut tanpa kesan menggurui. Kun Ana Wa Anta adalah tentang proses belajar dari pengalaman nyata di dunia luar yang bersifat praktikal, menjadikannya penting, mengingat kesempatan anak berinteraksi dengan alam menipis kala sistem pendidikan teoritis yang kurang aplikatif semakin gencar dijejalkan. Klimaks berisi perlawanan bocah-bocah atas sang antanogis menggunakan cara mereka pun bisa dipakai memancing minat anak bekreasi dalam kegiatan belajar sambil bermain.
Di departemen musik, Ganden Bramanto berhasil mengkreasi deretan lagu yang takkan mudah hilang dari ingatan penonton seusai menonton. Hampir semuanya terdengar catchy nan memorable. Walau eksekusi momen musikal tidak sepenuhnya mulus akibat kurang luasnya eksplorasi pengadeganan dari Rully Manna selaku sutradara.
Pada akhirnya, bukanlah sebuah kejutan apabila suatu hari nanti, bocah-bocah pemeran film ini bertransformasi dari bintang cilik menuju mega bintang, entah di industri musik, perfilman, atau keduanya. Kun Ana Wa Anta mungkin tidak akan menjadi fenomena layaknya Petualangan Sherina dulu, namun jelas menjadi salah satu film anak yang memorable di tahun ini.