Loading your location

Review Operation Fortune: Ruse de Guerre: Action-Thriller yang Eksentrik

By Ekowi25 Januari 2023

Suatu ketika, dalam sebuah wawancara, Sutradara kenamaan asal Inggris, Guy Ritchie, menganggap bahwa film tak boleh berkisah tentang cerita yang “manis”, karena justru hasilnya akan sangat membosankan. Menurutnya, yang diinginkan oleh para penonton adalah konflik serta sesuatu yang kontras. Dan hal itulah yang akan terus diberikan olehnya kepada para penggemarnya. Tak terkecuali dalam film terbarunya yang berjudul Operation Fortune: Ruse de Guerre ini.

Film ini berkisah tentang seorang agen mata-mata bernama Orson Fortune (Jason Statham) dan tim dari aliansi intelijen global ‘Five Eyes’ yang berupaya menghentikan penjualan teknologi senjata baru yang mengancam dunia milik Greg Simmonds (Hugh Grant). Orson lalu dipasangkan dengan pakar teknologi tinggi CIA bernama Sarah Fidel (Aubrey Plaza) dan juga J.J. (Bugzy Malone).

Mereka mulai menjalankan misinya dengan merekrut bintang film besar Hollywood, Danny Francesco (Josh Hartnett) untuk membantunya mendekati Greg Simmonds. Berbekal keahliannya dalam menyamar, dilengkapi dengan pesona dan kecerdasannya, Orson harus menjelajahi belahan dunia untuk menyusup ke dalam organisasi milik Greg Simmonds tersebut.

Setelah bertahun-tahun membuat berbagai film komersial, melalui film ini sutradara Guy Ritchie seolah ingin mengobati rasa rindunya terhadap hal-hal yang selama ini identik dengan gaya penyutradaraannya. Film ini seolah membawa sobat nonton masuk ke dalam aksi kriminal dengan style yang berpedoman pada playbook khas milik Guy Ritchie. Masih dipenuhi aksi kekerasan baik fisik maupun verbal, film ini sukses menjadi arena bermain bagi seorang Guy Ritchie untuk bersenang-senang.

Operation Fortune: Ruse de Guerre memang kaya akan bumbu. Bumbu yang berupa ciri dari sang sutradara, yang tak perlu repot-repot kita pikirkan logika serta kepentingannya, karena sekali lagi, hal-hal semacam esensi bukanlah budaya dari film-film Guy Ritchie. Budaya film-film Guy Ritchie adalah keseruan sarat machismo keren para aktornya yang sekilas nampak bermartabat dengan setelan jas necis yang sesungguhnya adalah topeng penutup kebengisan.

Dampaknya, sewaktu adegan aksi (yang untuk ukuran film-film Jason Statham kuantitasnya tidak seberapa) atau pameran gaya Ritchie tak mengisi layar, dinamika dan daya tarik filmnya turut mengendur. Ritchie bukan seorang pencerita yang mumpuni. Alhasil sewaktu gaya itu dilucuti, pacing-nya melemah, seolah film ini kehilangan daya. Pertanyaannya, seberapa sering itu terjadi? Untungnya tidak terlalu, mengingat elemen-elemen lain turut mengulurkan bantuan.

Guy Ritchie juga kembali mengandalkan eksposisi cerita yang seolah menjadi tantangan sekaligus rintangan ketika diikuti. Ini adalah sebuah sajian yang terasa tricky dan untungnya itu sukses ditangani oleh Guy Ritchie. Karakter-karakter dalam film ini seolah diberi kesempatan untuk “berbicara” di dalam cerita. Presentasi yang sekilas mungkin akan tampak semrawut dan kerap membingungkan itu juga berhasil mempertahankan daya tarik yang ia punya. Semua dikendalikan dan ditata dengan baik oleh Guy Ritchie.

Tidak heran jika pada akhirnya salah satu tujuan utama yang film ini emban sedari awal dapat tercapai, yaitu menjadi sebuah action thriller yang terasa eksentrik. Guy Ritchie berhasil menghadirkan nyawa di dalam cerita, melempar berbagai sentuhan komedi hingga aksi kucing-kucingan dengan ritme yang oke. Berbagai konflik memang membuat cerita terasa hectic, namun tidak terasa mengganggu berkat dialog-dialog cepat dan tajam yang dihadirkan.

Selain barisan musik asyik yang tak pernah absen dari judul-judul milik Guy Ritchie, performa para pemainnya turut menghibur lewat keberhasilannya menghidupkan image jajaran “agen intelijen brutal berkelas”. Statham, Malone, dan Aubrey jelas menyimpan insting hewan buas di balik ketenangan mereka. Begitu pun dengan Hugh Grant. Selalu menyenangkan melihat Hugh Grant berlakon melawan stereotipnya. Sebaliknya, selalu menyenangkan melihat Ritchie tidak berusaha mengubah image-nya dalam berkarya.

Overall, film ini boleh dibilang cukup memuaskan. Guy Ritchie mengambil sedikit 'resiko' dan keputusan tersebut terasa tepat. Lantaran disokong perpaduan antara script yang oke, black humor yang cukup menyenangkan, dan kinerja akting dari para aktor yang memikat, serta tentu saja harus menaruh rasa sabar ketika mengikuti Jason dan rekan-rekannya beraksi, Operation Fortune: Ruse de Guerre paling tidak sudah berhasil membayar lunas kegagalan yang ditorehkan oleh Guy Ritchie kala menghasilkan Wrath of Man dua tahun silam.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

YOLO
Dune: Part Two
Glenn Fredly: The Movie
Siksa Kubur

COMING SOON

Vina: Sebelum 7 Hari
Catatan Harian Menantu Sinting
Tulang Belulang Tulang
The Wild Robot