Review The Equalizer 3: Seru dan Mendebarkan!
Sepintas, Robert McCall (Denzel Washington) tampak seperti seorang pria paruh baya yang mencintai kedamaian. Jangankan beradu argumen dengan seseorang yang memiliki perspektif bertentangan dengannya, untuk sebatas membunuh seekor nyamuk yang berlalu lalang mengganggu tidurnya di malam hari saja, dia sepertinya enggan melakukannya.
Ya, sosok McCall terlihat sangat normal, sangat baik hati, dan sangat bijaksana. Orang-orang di sekitarnya merasa segan kepadanya karena dia menunjukkan wibawa dari seorang pria terhormat, bukan karena dia memiliki tatapan atau jurus yang mematikan.
Di jilid perdana The Equalizer yang didasarkan pada serial televisi berjudul sama dari era 1980-an ini, McCall tak ubahnya rekan kerja yang bijaksana dan bukan penggemar intrik kantor. Dalam The Equalizer 2, dia bertransformasi menjadi seorang pengemudi taksi online yang berkenan meminjamkan telinganya untuk mendengar keluh kesah penumpangnya sekaligus seorang tetangga yang ramah dan bersedia mengulurkan bantuan bagi siapapun yang membutuhkan.
Dan di jilid terbarunya kali ini, The Equalizer 3, ia dikisahkan tinggal dan hidup tenang di kota kecil di Italia Selatan. Tapi, suatu ketika McCall menerima kabar bahwa teman-temannya di sana berada dalam kendali bos mafia setempat. Tidak berhenti di situ, keadaan teman-teman McCall menjadi lebih berbahaya. McCall kemudian memutuskan untuk membantu, dan berhadapan dengan mafia penguasa setempat tersebut. Aksi McCall juga ditujukan kepada pemerintah, yang acuh terhadap mafia yang mengganggu masyarakat. Lantas, bagaimana aksi dari sang mantan agen pembunuh itu?
Sebagaimana banyak lanjutan kisah film aksi/thriller di luar sana, The Equalizer 3 pun mengusung konsep "This time it’s personal", menyelipkan elemen balas dendam yang makin mendekatkannya dengan seri Death Wish (versi Charles Bronson). Bedanya, Paul Kersey adalah pria paruh baya biasa sedangkan Robert McCall jelas seorang jagoan tulen, atau lebih tepatnya superhero. Melebihi one man army macam Dwayne Johnson, bukan cuma tak terkalahkan, ia menghabisi lawan-lawannya dengan wajah dingin nihil ekspresi. Dia bisa mengucurkan darah, namun takkan menunjukkan rasa sakit saat terluka.
Beberapa penonton mungkin bakal menganggap karakterisasi tadi melemahkan ketegangan. Benar, tapi kolaborasi kesekian kalinya antara Denzel dan sutradara Antoine Fuqua ini tidak menyasar intensitas yang mencekik, melainkan kesan keren sehingga penonton bersorak mendukung si jagoan.
Robert McCall merupakan pria sedih tapi baik hati, setia mengikuti kompas moral, sekadar menghajar orang-orang yang layak, dari penculik anak, pelaku tindak kekerasan terhadap wanita, hingga mafia perusak generasi muda. Kita lebih dulu diajak membenci mereka, lalu berharap McCall memberi pelajaran setimpal berupa kematian sebrutal dan semenyakitkan mungkin.
Selayaknya jilid pendahulu, Fuqua tak bergegas dalam menuturkan kisah dalam The Equalizer 3. Dia kembali menerapkan pendekatan slowburn dengan membangun ketegangan yang dibutuhkan oleh film secara perlahan-lahan. Kita memang mendapati aksi kelahi cukup seru sebagai menu pembuka, tapi di sepanjang satu jam berikutnya, film lebih menekankan pada sisi kemanusiaan dari McCall yang berhasrat untuk menegakkan keadilan.
Setapak demi setapak, ketenangan yang merajai paruh awal lenyap digantikan oleh badai yang telah dinanti-nanti kemunculannya. Fuqua menghadirkan gelaran kekerasan tanpa basi-basi, menghindari kompromi, sehingga bersiaplah menyaksikan tubuh manusia bergelimpangan lengkap ditemani muncratan darah segar.
Sekalipun tensi sempat meredup di beberapa bagian, Fuqua tak lupa bangkit secara cepat dari keterpurukannya dan memberi penutup sempurna bagi The Equalizer 3 melalui final showdown seru dengan aksi tanpa henti yang akan membuat sobat nonton mencengkram erat kursi bioskop dan menikmati fase penuh ketegangan tersebut.
Pada akhirnya, meski bukanlah karya terbaik dari seorang Antoine Fuqua, The Equalizer 3 lagi-lagi tetaplah sajian blockbuster yang memuaskan dan sungguh mengasyikkan untuk disimak. Ada tuturan mengikat di balik gelaran aksinya yang keras, seru, dan mendebarkan. Keren!