Loading your location

Review Furiosa: A Mad Max Saga: Penuh 'Kegilaan' Layaknya Film Sebelumnya

By Ekowi22 Mei 2024

Orang boleh berkata bahwa sekuel demi sekuel merupakan salah satu bentuk kemiskinan ide dari industri perfilman mainstream. Tapi George Miller baru saja memberi bukti bahwa sekuel berapapun jumlahnya (entah diperlukan atau tidak) bukan suatu masalah asal digarap dengan baik. Mungkin berkaca pada fakta bahwa film Mad Max: Fury Road yang dirilis pada tahun 2015 silam tidak lebih dari sekadar usaha George Miller untuk menimbun pundi-pundi dollar.

Tapi melihat hasil akhir dari film tersebut, kita semua pastinya berani menyangkal opini tersebut. Fury Road terbukti merupakan bentuk pelampiasan idealisme sekaligus kegilaan terpendam seorang pria tua yang sejak 1998 hingga 2011 menghabiskan karirnya untuk membuat tiga film bernafaskan "film anak" tersebut. Meski tanpa Mel Gibson, Miller memang siap seutuhnya kembali ke dunia post-apocalyptic penuh kekeraasan serta kegilaan yang pertama ia hadirkan tahun 1979 lalu.

Kini, si pria tua tersebut semakin ingin menunjukkan tajinya. Tahun ini, George Miller mempersembahkan karya terbarunya berjudul Furiosa: A Mad Max Saga. Sejatinya, Furiosa: A Mad Max Saga merupakan prekuel dari Mad Max: Fury Road, di mana kita akan mengikuti perjalanan karakter Furiosa muda saat ia diambil dari Green Place of Many Mothers dan jatuh ke tangan Warlord Dementus.

Dengan mengambil latar waktu 15 tahun sebelum kejadian dalam Mad Max: Fury Road. Furiosa: A Mad Max Saga akan menceritakan Furiosa (Anya Taylor-Joy) yang sebelum berada dalam kawanan orang-orang Citadel, ia ternyata sempat diculik oleh kelompok lain pimpinan Dementus (Chris Hemsworth). Furiosa yang lahir dari tanah yang kaya dan subur, lalu berambisi untuk bisa kembali ke rumahnya.

Setelah berhasil melarikan diri dari Dementus, Furiosa masih harus menghadapi berbagai peristiwa berbahaya. Pasalnya, dalam usahanya kembali ke Benteng di Kota Gas, ternyata tempat tersebut tengah diperebutkan oleh dua faksi yang saling bertikai dengan kejam. Di tengah konflik tersebut, Furiosa harus tetap bertahan hidup dan mencari cara untuk pulang. Lantas, bagaimana upaya Furiosa muda untuk lolos dari zona konflik tadi?

Percayalah, jika sobat nonton tergila-gila dengan pencapaian film Fury Road, maka hal tersebut akan terulang di film ini. Layaknya Fury Road, gaya bertutur Furiosa bagaikan film The Raid-nya Gareth Evans, bergerak cepat dan mengalir tanpa putus dalam hal menuturkan satu kejadian. Bedanya, George Miller tidak hanya menggunakan setting sempit, melainkan padang gurun tandus yang begitu luas sebagai "arena balapan".

Mengacu pada premis tersebut, kurang lebih dua pertiga durasi film ini akan berisikan kejar-kejaran antar mobil-mobil modifikasi aneh nan gahar. Tapi mereka tidak hanya berpacu, namun juga saling berperang di atas kendaraan masing-masing yang melacu kencang menembus gurun gersang. Di sinilah Miller menumpahkan seluruh kegilaan yang telah terpendam puluhan tahun.

Tidak hanya melaju kencang, tapi juga brutal, penuh stunt sinting, serta dikemas dengan CGI yang luar biasa. George Miller sungguh memanfaatkan dengan baik bujet $168 juta yang ia miliki. Efek CGI bukan hanya sekadar "gaya" melainkan aspek penting demi mewujudkan visinya membentuk suasana wasteland yang brutal dan penuh bahaya.

Terus bergerak dengan kecepatan tinggi, film ini tidak pernah kehabisan bahan bakar. Awalnya, penulis ragu apakah Miller sanggup melebihi pencapaian adegan aksi yang sudah ia munculkan dalam Fury Road. Penulis pun bertanya-tanya apakah klimaksnya bakal lebih gila atau justru berakhir mengecewakan karena kekalapan sang sutradara mengeksploitasi segalanya sejak paruh awal. Tapi George Miller memang seorang kakek-kakek jenius yang di saat bersamaan rupanya juga seorang yang gila.

Naskah cerita film ini yang ditulis oleh Miller bersama dengan Nick Lathouris juga masih mengikuti pakem cerita film-film yang berada dalam seri Mad Max lainnya dalam hal menyajikan satir mengenai kehidupan sosial maupun politik masyarakat saat ini. Memang, seperti halnya kebanyakan film aksi yang dirilis saat ini, naskah cerita Furiosa: A Mad Max Saga masih memiliki beberapa keterbatasan dalam pengembangan konflik maupun karakternya.

Namun, di saat yang bersamaan, Miller mampu mengisi keterbatasan-keterbatasan tersebut dengan pengarahan yang begitu kuat. Miller menyajikan filmnya dengan alur penceritaan yang begitu cepat. Ritme penceritaan Furiosa: A Mad Max Saga telah tersaji dengan dorongan oktan tinggi semenjak film dimulai, memberikan ruang bagi sobat nonton untuk menarik nafas di beberapa bagiannya namun terus hadir dengan intensitas yang terus meningkat hingga berakhirnya film.

Pada akhirnya, lagi-lagi, Furiosa: A Mad Max Saga berhasil mengulang keberhasilan film pendahulunya sebagai sebuah sajian audio visual berbalut penceritaan mendalam dan cerdas tentang kondisi post-apocalyptic yang bersembunyi dalam sampul B-Movie yang penuh kegilaan dan tak berotak.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Cinta Dalam Ikhlas
AFTERMATH
Venom: The Last Dance
Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu

COMING SOON

Sinners
Until Dawn
Superman: Legacy
The Amateur