Review Sorop: Visualnya Oke, Tapi...
Berniat kembali ke rumah masa kecilnya, Hanif (Hana Malasan) dan Isti (Yasamin Jasem) justru harus dikejutkan dengan kematian Pakde (Egi Fedly) yang terjadi tepat di hadapan mereka. Kematian Pakde rupanya membawa sesuatu yang lebih gelap datang ke rumah mereka. Kini, Hanif dan Isti harus membuka tabir teka-teki yang berhubungan dengan masa lalunya.
Itulah kisah yang tersaji dalam karya terbaru sutradara Upi Avianto berjudul Sorop. Menurut penulis, film diadaptasi dari sebuah utas di akun X milik SimpleMan ini terbilang cukup melelahkan lantaran hanya diisi dengan pengulangan dari situasi teror yang dilakukan oleh arwah Pakde.
Beruntung, sang sutradara terbantu dengan sajian visual garapan Robie Taswin dan Benny Lauda yang setidaknya mampu membuat Sorop memanjakan mata lewat visual cantik serta pilihan shot-nya yang unik. Meski begitu, setelah film usai, penulis tidak merasa telah diajak mengarungi suatu proses dengan tahapan yang terstruktur.
Jadi, bisa dibilang bahwa unsur visual amat berperan sebagai penyelamat kualitas filmnya karena sukses dalam membuat nuansa Sorop menjadi semakin menegangkan. Hal ini bisa dilihat dari pewarnaan setiap adegannya yang terkesan dingin sehingga membuat atmosfernya semakin mencekam. Selain itu, ada juga transisi kamera ala momen build-up jump scare di film horor yang dieksekusi dengan baik di film ini.
Selain itu, penggunaan scoring dalam film ini juga efektif dalam menggambarkan emosi dan suasana dari setiap adegannya. Bukan hanya scoring dengan nuansa menegangkan, beberapa musik dalam Sorop juga berhasil menggambarkan nuansa misteri yang lumayan sering ditonjolkan di dalamnya.
Alhasil, meski mengalami keteteran pada sektor naskahnya, tapi Sorop masih mampu hadir sebagai tontonan horor segar di akhir tahun ini dengan pengemasan yang unik nan menegangkan, serta isu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.