Loading your location

Review Speak No Evil: Bikin Ngeri dan Tidak Nyaman dari Awal sampai Akhir

By Ekowi14 September 2024

Mungkin di antara kita masih ingat bahwa tahun 2022 merupakan tahun yang cukup menggairahkan bagi para penggemar horor, karena di tahun itu ada banyak sekali film horor berkualitas yang dirilis, dari mulai X, Pearl, Watcher, Barbarian, Fresh, dan masih banyak lagi. Dan sebuah film Denmark berjudul Speak No Evil adalah salah satunya.

Rupanya, tak butuh waktu lama bagi Hollywood untuk coba meremake film yang judulnya disebut paling akhir tersebut. Dan kini, aktor James McAvoy didaulat sebagai pemeran utamanya, dengan posisi sutradara diduduki oleh sineas James Watkins yang beberapa tahun silam tenar lewat film horor berkualitas berjudul Eden Lake.

Mengambil judul yang sama dengan versi originalnya, Speak No Evil versi terbaru ini akan berkisah tentang pasangan suami istri asal Amerika Serikat bernama Ben Dalton (Scoot McNairy) dan Louise Dalton (Mackenzie Davis), yang memboyong sang anak, Agnes Dalton (Alix West Lefler) untuk berlibur di sebuah perkebunan di pedesaan Inggris milik pasangan suami istri lainnya, Paddy (James McAvoy) dan Ciara (Aisling Franciosi).

Namun, alih-alih healing, keluarga Ben justru mendapati diri mereka berada dalam bahaya seiring dengan sikap Paddy dan istrinya yang semakin mencurigakan. Hal tersebut lantas makin membuka fakta gelap yang menyelimuti keluarga Paddy dan Ciara.

Pada dasarnya, Speak No Evil merupakan jenis film yang elemen horornya merayap dengan lambat, namun bisa memberi perasaan tidak nyaman bagi para penontonnya jauh sebelum kengerian yang sebenarnya terjadi dalam pengungkapan serta klimaksnya. Ini adalah contoh bagus sekaligus agak langka dari bagaimana sebuah film horor bisa menjadi mengerikan tanpa perlu sosok-sosok mistis, jumpscare, ataupun bergalon-galon darah palsu.

Ya, Speak No Evil memang mampu menimbulkan perasaan tidak nyaman hanya lewat berbagai situasi-situasi yang tidak mengenakkan, yang pada akhirnya mengarah pada pengungkapan yang mengerikan di akhir. Pada babak pertamanya, film ini terasa seperti film drama bernuansa thriller. Sejak awal, kita memang sudah diberi kesan bahwa ada yang salah dengan karakter Paddy, namun penonton hanya bisa menduga-duga. Pengaturan dalam babak pertama jelas terasa begitu intens berkat hadirnya musik latar yang juga membuat kita merasa tak nyaman mendengarnya.

Lalu, di babak kedua, sobat nonton akan mulai dibuat semakin tidak nyaman dan berharap agar Ben sekeluarga segera pergi dan meninggalkan kediaman Paddy. Namun kita tentu tahu bahwa ketidaknyamanan ini belum cukup untuk disebut sebagai “horor”. Oleh sang sutradara, kita semua tetap akan dibuat penasaran menunggu datangnya babak ketiga, di mana film ini mulai berubah sepenuhnya menjadi horor yang semakin gelap.

Meskipun secara narasi, film ini terasa mulus-mulus saja, bukan berarti Speak No Evil bersih dari plot hole. Ada satu-dua kejanggalan minor dan ketidaklogisan keputusan yang diambil oleh beberapa karakternya. Mungkin beberapa dari sobat nonton memiliki harapan-harapan sekaligus mempertanyakan keberanian karakter Ben sebagai sosok laki-laki kepala keluarga dan menganggapnya sebagai kecacatan logika.

Namun, sang penulis skenario bisa saja berkilah bahwa hal di atas tadi cukup wajar, mengingat beberapa dari kita mungkin pernah mendengar tentang respons psikologis umum ketika seseorang dihadapkan dengan situasi berbahaya: flight or fight. Lari atau melawan.

Tapi apapun itu, bagi penulis, Speak No Evil pada akhirnya mampu membuat frustrasi para penontonnya. Dan film ini juga seakan ingin menyampaikan pesan bahwa kesopansantunan, rasa sungkan, dan kepatuhan yang berlebihan dalam interaksi sosial bisa membuka gerbang pada sesuatu yang fatal.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Dirty Money
Red One
WE LIVE IN TIME
Cinta Dalam Ikhlas

COMING SOON

THE BELL : PANGGILAN UNTUK MATI
Dan Da Dan: First Encounter
Melukis Harapan di Langit India
Desa Mati: The Movie