Review The Ministry of Ungentlemanly Warfare: Seru dan Penuh Kegilaan!!!
Nama Guy Ritchie tentunya sudah dikenal sebagai salah satu sutradara terkenal asal Inggris. Namanya mulai melejit setelah menghasilkan Lock, Stock and Two Smoking Barrels (1998) dan Snatch (2000). Dua-duanya merupakan film bergenre komedi gangster.
Nah, setelah sukses dengan dua film tersebut, Guy Ritchie kemudian membesut berbagai macam film, seperti franchise Sherlock Holmes-nya Robert Downey Jr., The Man from U.N.C.L.E., King Arthur: Legend of the Sword,live-action Aladdin, dan beberapa judul lainnya.
Dan pada tahun ini, ia kembali menelurkan karya teranyarnya yang berjudul The Ministry of Ungentlemanly Warfare. Sekilas, jika menilik sinopsis dan trailernya, film ini seakan seirama dengan film Inglourious Basterds milik Quentin Tarantino. Dan tebakan tersebut mungkin sedikit banyak bisa dibilang benar.
The Ministry of Ungentlemanly Warfare sendiri didasarkan pada kisah nyata tentang Operasi Postmaster, sebuah operasi rahasia yang dilakukan Perdana Menteri Inggris kala itu, Winston Churchill untuk menggagalkan rencana Nazi. The Ministry of Ungentlemanly Warfare akan menceritakan kelompok pasukan khusus yang dipimpin oleh Gus March-Phillips (diperankan oleh Henry Cavill), dalam upayanya menyabotase kapal u-boat Jerman.
Gus memimpin tim yang terdiri dari Henry Hayes (Hero Fiennes Tiffin), Freddy Alvarez (Henry Golding), Anders Lassen (Alan Ritchson), dan Geoffrey Appleyard (Alex Pettyfer). Gus dan timnya memiliki motivasi masing-masing untuk menumpas Nazi. Mereka juga dibantu oleh Mr. Heron (Babs Olusanmokun) dan Marjorie Stewart (Eiza Gonzalez) untuk menenggelamkan u-boat Jerman guna mengamankan jalur distribusi logistik dan jalur masuk pasukan sekutu. Berhasilkah mereka semua dalam mengemban misinya?
Jika ingin memberikan perbandingan dengan film-film senada yang diarahkan Ritchie sebelumnya, film yang naskah ceritanya ditulis keroyokan oleh Ritchie bersama Paul Tamasy, Eric Johnson, dan Arash Amel ini memang tidak terlalu menawarkan banyak hal baru dalam garapan penceritaannya.
Guyonan-guyonan yang bernuansa rasisme dan seksisme, adegan-adegan penuh kekerasan, karakter pria yang menguasai penuh alur film, serta sejumlah pelintiran cerita yang mewarnai konflik dalam linimasa pengisahan masih menjadi gaya bercerita Ritchie yang kembali dihadirkan di film ini. Dan, untungnya, Ritchie memiliki kelihaian yang mumpuni dalam mengolah formula cerita garapannya untuk mendapatkan presentasi cerita yang terus terasa menarik tersebut.
Sebagai film yang kental dengan berbagai ciri pengisahan Ritchie tadi, maka cukup mudah untuk merasa bahwa tidak semua kalangan dapat menikmati film ini. Plot pengisahan yang sengaja ditata tidak beraturan demi menjaga konsistensi narasi cerita serta banyaknya karakter yang menghadirkan sudut pandang kisah mereka masing-masing memang akan terasa membingungkan di beberapa bagian.
Ya, terlalu banyak hal yang terjadi dalam rentang pengisahan yang menyimpan terlalu banyak konflik antar karakter. Namun tetap saja, mereka yang mampu bertahan dan menikmati alunan cerita dari Ritchie ini jelas akan mendapati bahwa The Ministry of Ungentlemanly Warfare adalah sebuah presentasi yang menyenangkan.
Kemampuan Ritchie dalam menjaga stabilitas aliran kisah serta dialog menjadi kunci yang mendorong film ini untuk selalu dapat tampil hidup dalam bercerita. Kualitas produksi yang apik juga membantu Ritchie untuk menghasilkan atmosfer yang sesuai bagi setiap adegan film yang ia ciptakan.
Pada akhirnya, lewat film ini, meski masih jauh jika dibandingkan dengan film milik Quentin Tarantino yang bertema sejenis, namun setidaknya, Guy Ritchie berhasil kembali menunjukkan spirit aslinya. Dan sedikit pesan dari penulis, fokus dan konsentrasi adalah kunci utama bagi sobat nonton untuk dapat merasakan sebuah film yang keren, dengan plot seru dan penuh kegilaan ini.