Review Twilight of the Warriors: Walled In: Brutal, tapi Indah
Pada era saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa film The Raid (dan sekuelnya) mulai menjadi tolak ukur kualitas film aksi. Film-film aksi tersebut dibumbui oleh koreografi baku hantam memukau dan kadar kekerasan tinggi yang ditangkap oleh kamera secara mendetail tanpa berusaha melakukan cut cepat sebagai trik manipulasi.
Film aksi old school yang melambungkan nama-nama seperti Bruce Willis, Sylvester Stallone hingga Jason Statham pun perlahan mulai ditinggalkan. Sejatinya merupakan keputusan tepat untuk tidak lagi asal membuang selongsong peluru dalam sajian action. Lihat saja bagaimana seri John Wick bisa mengundang decak kagum.
Tapi bicara masalah "meniru" The Raid, mungkin Twilight of the Warriors: Walled In ini merupakan salah satu contohnya. Tampak jelas, bagaimana sutradara Soi Cheang ingin menjadi Gareth Evans dalam usahanya memancing adrenaline penonton.
Bersetting tahun 1980-an, film Twilight of the Warriors: Walled In akan mengikuti sepak terjang seorang pemuda bermasalah bernama Chan Lok Kwun (Raymond Lam) yang secara tak sengaja memasuki kota bernama Kowloon Walled City. Ia menemukan keteraturan di tengah kekacauan di kota itu dan harus hidup di jalanan.
Di kota tersebut, Chan lalu berteman dekat dengan Shin (Chun Him Lau), Twelfth Master (Tony Tsz Tung Wu), dan AV (Man Kit Cheung). Mereka kemudian disibukkan untuk berjuang dan menahan invasi dari penjahat bernama Mr Big (Sammo Hung) dalam serangkaian pertempuran sengit. Meski kadang tugas mereka menjadi terasa berat, mereka tetap berjanji untuk selalu melindungi Kowloon Walled City.
Menyemat filosofi film-film action, Twilight of the Warriors: Walled In memang secara terus terang menggunakan dasar permainan takdir untuk membentuk plotnya. “Twist of fate” yang memang tanpa bisa dihindari akan jatuh ke satu kebetulan ke kebetulan lainnya. Walau terasa sangat ridiculous, namun bukan berarti film ini tak memiliki konsep dalam sebuah penceritaan berikut bangunan tiap karakternya. Masalahnya hanya satu, kepentingan utama film ini tetaplah ada dalam bangunan aksi yang sudah diterjemahkan dengan jelas lewat deretan cast-nya.
Mungkin terkesan anomali, tapi skrip film ini memang cermat sekali menggagas interweave antar karakter-karakternya tadi dalam putaran permainan takdir yang mereka hadirkan. Memang masih ada beberapa plothole yang menyeruak menjadi pertanyaan, namun hal tersebut benar-benar tertutupi oleh penokohan karakternya yang terkesan membumi.
Lihat saja klimaksnya yang seolah-olah menjadi sebuah panggung aksi yang menggetarkan kita semua, tanpa lagi ada elemen-elemen yang terasa mengganggu. Luar biasa memang tim penulisnya yang mampu menciptakan character-arcs begitu kuat hingga memberikan keberpihakan pada kita sebagai penontonnya. Satu lagi yang terpenting, semua detil motivasi tiap karakternya mampu diberikan jelas secara manusiawi.
Dan di saat film-film action lain kepayahan dalam menyemat sempalan drama untuk sedikit menurunkan pace aksinya, setiap set-up drama dalam film ini, bahkan melodramatic scenes yang diselipkan ke tengah-tengah violent and bloody action sequence-nya bisa menjelma menjadi amunisi ampuh untuk membuat tiap pukulan di adegan aksinya jadi terasa semakin eksplosif.
Pada akhirnya, Twilight of the Warriors: Walled In adalah sebuah sajian yang berhasil mengkombinasikan kekerasan melalui suara tulang retak saat tubuh menghujam tanah atau terkena pukulan hingga sayatan pisau diiringi oleh cipratan darah dengan keindahan koreografi bela diri dengan amat baik. Dan hal tersebut merupakan kepuasan terbesar saat menyaksikan film ini.