Loading your location

Review Menjelang Magrib 2: Film Horor Filosofis dengan Balutan Jumpscare yang Efektif

By Ekowi07 September 2025

Mendapati keterlibatan Helfi Kardit selaku sutradara sekaligus penulis, lalu melihat tata rias untuk Novia Bachmid yang bak "adaptasi" murahan dari The Taking of Deborah Logan, kita tahu bahwa film Menjelang Magrib yang dirilis pada tahun 2022 silam bakal berakhir buruk. Tapi, rupanya asumsi tersebut tidak langsung terbukti, sebab Menjelang Magrib secara mengejutkan berkualitas cukup meyakinkan.

Oleh karenanya, Helfi Kardit cukup percaya diri untuk merilis film keduanya yang berlaku sebagai prekuel bagi film pertamanya. Film kedua yang diberi tajuk Menjelang Magrib 2 ini akan berlatar tahun 1920 pada masa Hindia Belanda, di mana kultur mistik tahayul begitu kental.

Giandra (Aditya Zoni), seorang dokter muda lulusan sekolah kedokteran STOVIA adalah sosok idealis yang percaya pada ilmu pengetahuan dan metode medis. Suatu hari, ia membaca berita mengejutkan di harian Java Cekuran, tentang seorang gadis di desa terpencil bernama Karuhun yang dipasung karena dianggap mengalami gangguan jiwa.

Gadis tersebut bernama Laila (Aisha Kastolan) dan maksud dari pemasungan tersebut ialah metode penyembuhan tradisional dari dukun desa setempat. Giandra lalu memutuskan untuk turun langsung ke desa Karuhun, desa yang berada di kaki gunung dan jauh dari sentuhan peradaban modern. 

Sesampainya di sana, Giandra harus berhadapan dengan tantangan besar, yakni keyakinan penduduk setempat yang menganggap Laila kerasukan roh leluhur. Sementara Giandra yakin Laila hanya mengalami gangguan kejiwaan yang bisa disembuhkan secara medis. Tapi, semakin ia menyelami kehidupan desa, keyakinan Giandra pun mulai goyah.

Well, tidak butuh waktu lama bagi Menjelang Magrib 2 untuk menemukan pijakannya. Selama kurang lebih 20-30 menit pertama, Helfi Kardit selaku sutradara coba membangun tontonan atmosferik yang bergulir secara hati-hati. Tata suaranya juga memiliki takaran pas, tidak sampai menghancurkan gendang telinga, meski masih menyisakan beberapa pemakaian yang tak perlu. 

Sobat nonton pencari sajian cheap thrills dijamin bakal terpuaskan oleh timing Helfi dalam mengemas jumpscare. Penampakannya mungkin tidak jauh-jauh dari yang sudah kita perkirakan, tapi minimal, Helfi melakukan variasi di tiap kemunculannya tadi. Hal tersebut lah yang menjauhkan Menjelang Magrib 2 dari deretan horor lokal kelas kambing.

Walaupun sayangnya, film ini tampil seperti sprinter yang terjun berlomba di sebuah ajang marathon. Unggul di awal, namun cepat kehabisan tenaga sebelum akhirnya terkapar. Helfi nyatanya tak punya amunisi memadai dalam naskahnya untuk membuat Menjelang Magrib 2 mampu bertahan hingga akhir durasinya.

Padahal sesungguhnya, sang sutradara seperti membawa setumpuk gagasan, terkait lekatnya budaya lokal dengan mistis, gesekan perspektif tradisional desa dan nalar orang kota, sampai soal gangguan kejiwaan. Semuanya ditumpahkan, namun tanpa hasil yang maksimal. Eksplorasi mistisisme dalam kultur daerah, yang sejatinya bisa dipakai dalam membentuk pondasi cerita, juga turut dilupakan.

Akhir kata, jika sobat nonton sedang mencari sajian film horor yang sedikit berbeda dan mengandung hal-hal filosofis, maka Menjelang Magrib 2 bisa jadi merupakan pilihan yang tepat. Akan tetapi, bila kalian menganggap bahwa film ini akan berkualitas sama baiknya dengan film pertamanya, maka kalian harus menurunkan ekspektasi terlebih dahulu sebelum menonton.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Together
Andai Ibu Tidak Menikah Dengan Ayah
A Minecraft Movie
Ejen Ali: The Movie 2

COMING SOON

Darah Pemuja Setan
PROMO: TERRA WILLY
Black Bag
Project Hail Mary