Review Pengepungan di Bukit Duri: Penuh Pesan Sosial yang Relevan dengan Kondisi Saat Ini
Edwin (Morgan Oey) berjanji pada kakaknya sebelum meninggal untuk menemukan anak kakaknya yang hilang. Pencarian Edwin membawanya menjadi guru di SMA Duri, sekolah untuk anak-anak bermasalah. Di sana, Edwin menghadapi murid-murid paling beringas sambil mencari keponakannya. Ketika akhirnya ia menemukan sang keponakan, kerusuhan pecah di seluruh kota dan mereka terjebak di sekolah, melawan anak-anak brutal yang kini mengincar nyawa mereka.
Kisah di atas tersaji dalam karya terbaru Joko Anwar berjudul Pengepungan di Bukit Duri. Menurut penulis, produksi terbaru Amazon MGM Studios dan Come and See Pictures ini bukan hanya sebuah film, tetapi juga gema nurani yang menggugah, menggugat, serta mengguncang. Di tengah keramaian layar lebar lokal yang kerap bermain aman, film ini hadir sebagai suara lantang yang berani mengangkat kenyataan pahit yang selama ini dikunci rapat oleh sistem, yakni ruang belajar rakyat yang seharusnya memerdekakan, justru menjadi ladang ketimpangan dan ketakutan.
Ya, Pengepungan di Bukit Duri akan mengungkap dengan jujur bagaimana diskriminasi bekerja dalam diam. Perbedaan yang seharusnya dirayakan, seperti ras, agama, nama atau marga keluarga, maupun warna kulit, malah menjadi alasan untuk dikucilkan. Di balik seragam dan pelajaran, banyak anak harus berjuang sendiri dalam menghadapi tekanan.
Selain itu, banyak juga para pengajar di luar sana terjebak, bukan sebagai tenaga pengajar yang mendidik, tapi sebagai alat sistem yang menekan ataupun ditekan. Ketika minoritas dibungkam, dan kaum mayoritas merasa paling berhak atas segalanya, ruang sekolah pun berubah menjadi ruang penghakiman. Kira-kira seperti itu pesan yang diangkat oleh sutradara film ini.
Menurut penulis, pesan filmnya memang sanga gamblang. Layaknya debu, sejarah yang sengaja disapu ke bawah karpet kemudian bakal kembali lagi ke permukaan, dan bentuknya bisa sebrutal yang digambarkan oleh film ini. Namun, sang sutradara ternyata bukan tengah berceramah, melainkan menjadi storyteller yang tajam. Ia seperti menunjukkan ke penonton bagaimana kekerasan struktural dan diskriminasi bisa menyulut radikalisasi di kalangan generasi muda.
Jadi, secara keseluruhan, Pengepungan di Bukit Duri bukan hanya sekadar film action-thriller biasa. Ini adalah sebuah karya yang berani, intens, dan penuh pesan sosial yang relevan dengan kondisi saat ini. Menurut penulis, sang sutradara berhasil memadukan cerita yang kelam, disertai visual yang kuat, musik yang emosional, dan akting luar biasa yang menjadi suatu pengalaman sinematik yang tak terlupakan.