Review The Fantastic Four: First Steps: Salah Satu Film MCU paling Solid Memasuki Fase Baru
Film Marvel Cinematic Universe (MCU) paling dinanti tahun ini, The Fantastic Four: First Steps, sudah tayang bioskop seluruh Indonesia. Film ini mengambil tempat di dunia retro-futuristik yang terinspirasi dari era 1960-an dengan cerita berpusat pada empat tokoh utama, Reed Richards (Pedro Pascal), Sue Storm (Vanessa Kirby), Johnny Storm (Joseph Quinn), dan Ben Grimm (Ebon Moss-Bachrach), yang memperoleh kekuatan super setelah terpapar radiasi kosmik saat menjalankan misi luar angkasa.
Empat tahun pasca kejadian itu, ketika sedang menjalani peran sebagai jagoan super favorit banyak orang, Reed cs harus menghadapi ancaman besar yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya. Ya, mereka harus melindungi bumi dari ancaman makhluk kosmik ganas bernama Galactus (Ralph Ineson) dan utusan setianya yang misterius, Silver Surfer (Julia Garner). Karena jika tidak dihentikan, maka Galactus akan melahap seluruh planet dan semua orang di dalamnya.
Menurut penulis, salah satu kepuasan terbesar menyaksikan format shared universe seperti MCU ini tentunya ketika tercipta keterkaitan antar judul-judulnya. Bukan semata berbentuk kemunculan karakter - walaupun fan service semacam itu juga menghadirkan hiburan tersendiri - tapi juga saat crossover tersebut mendukung kekuatan penceritaan, termasuk memberikan dampak emosi.
Selain itu, The Fantastic Four: First Steps bisa dikatakan berhasil sebagai salah satu film yang paling solid perihal menyeimbangkan kualitas sebagai suguhan stand-alone, dengan tugas mengembangkan semestanya tadi jika dibandingkan film-film MCU akhir-akhir ini. Pasalnya, beberapa konflik di dalam film ini boleh jadi memiliki fungsi sebagai penanam benih menuju banyak peristiwa besar di masa depan MCU.
Meski begitu, narasi The Fantastic Four: First Steps harus diakui tidak melulu berjalan mulus, khususnya terkait fenomena kosmik yang tampil lebih ruwet dari yang seharusnya. Naskahnya juga coba menjadikan keruwetan tersebut sebagai sebuah materi humor. Tapi, ketimbang wujud self-mockery yang menggelitik, hal itu justru lebih terasa sebagai upaya berkelit dari ketidakmampuannya dalam bertutur secara rapi.
Matt Shakman selaku sutradara pun terkadang terasa masih belum mampu memaksimalkan konsep filmnya guna menciptakan gelaran aksi unik dan dinamis. Tapi, sobat nonton tak perlu khawatir The Fantastic Four: First Steps masih menyimpan banyak senjata. Salah satunya adalah penokohannya yang patut diberi pujian. Karakterisasinya mungkin belum mendapat penggalian yang mendalam, namun tetap sanggup menambah warna baru bagi formula MCU secara keseluruhan.
Dan seperti film dan serial MCU lainnya, aspek teknis juga menjadi hal yang paling menggugah pada film ini. Penggunaan sinematografi bermodalkan wide shot untuk menunjukkan kemegahan semestanya beserta CGI yang dapat bercampur sempurna dengan practical effect membuatnya sangat memanjakan mata. Tak hanya itu, aspek sound yang menggelegar juga mendukung keseruan pada film ini, terutama pada berbagai rangkaian aksi di dalamnya.
Terlepas dari itu semua, sebagian obat nonton mungkin ada yang menganggap bahwa The Fantastic Four: First Steps hanyalah sebuah pengantar menuju multiversal conflict yang ingin disajikan pada Phase Six dari Marvel Cinematic Universe (MCU). Tapi, menurut penulis, film ini tetap mampu memberikan pengalaman seru layaknya film-film MCU lainnya.