Review The Naked Gun: Film Aksi Komedi yang sangat Menyenangkan
Beberapa dari sobat nonton mungkin sudah mengenal trilogi klasik The Naked Gun yang terkenal pada akhir tahun 1980-an hingga awal 1990-an. Kini, studio Paramount Pictures kembali menghidupkan waralaba tersebut dalam bentuk reboot yang dibintangi oleh Liam Neeson. Mengambil tajuk film yang sama, Liam Neeson sendiri akan memerankan Frank Drebin Jr., putra dari karakter legendaris Frank Drebin yang dahulu diperankan oleh Leslie Nielsen.
The Naked Gun berkisah tentang Frank Drebin Jr. (Liam Neeson) yang meneruskan jejak sang Ayah, Frank Drebin (Leslie Nielsen) dengan mengabdi sebagai Letnan di Police Squad. Aksinya diawali dengan menggagalkan sebuah perampokan bank. Namun misi Frank Drebin Jr. tidak berhenti di situ, ia berusaha mengungkap sebuah pencurian yg lebih besar dari sekedar kedok perampokan bank yang didalangi oleh seorang miliarder, Richard Cane (Danny Huston).
Dengan bantuan Beth Davenport (Pamela Anderson) yang juga ingin membalas dendam atas kematian kakaknya, Simon Davenport (Jason Macdonald), seorang programmer yg dibunuh oleh Richard Cane. Lantas, berhasilkan Frank dan Beth membongkar semuanya?
Sebelumnya, penulis ingin meminta maaf bagi para fans Mission: Impossible, karena The Naked Gun versi modern ini justru merupakan parodi yang lebih menyenangkan daripada film yang diparodikan tersebut. Kuncinya adalah keberhasilan Akiva Schaffer selaku sutradara untuk menggarapnya menjadi sajian keren, over-the-top, berkesan cartoonish tapi tidak terlalu cheesy.
Lihat saja betapa banyak aspek dari film-film Mission: Impossible yang dipinjam oleh sang sutradara, lalu berhasil ia sulap menjadi sajian badass, walaupun masih tersimpan kesan konyol di dalamnya. Deretan slapstick memang masih mendominasi, namun tidak mencoba untuk tampil sebesar atau seabsurd mungkin. Rangkaian kejenakaan berlingkup kecil di sini entah kenapa justru merupakan puncak gelak tawa dari filmnya.
Pada banyak bagian, kehandalan Akiva Schaffer tersebut mampu menghasilkan banyak momen menyenangkan. Namun, di saat yang bersamaan, naskah cerita yang terlalu bergantung pada Liam Neeson ini kemudian seringkali terasa dangkal ketika mengeksplorasi karakter maupun plot lain yang berada di dalam linimasa penceritaan.
Untungnya, para pemeran pendukung film ini setidaknya mampu memberikan penampilan yang cukup menyenangkan untuk mendukung atmosfer komedi di sepanjang durasi film. Setiap karakter, termasuk karakter-karakter pendukung, tetap dihadirkan secara humanis, memiliki perasaan dan motivasi yang akan membuat sobat nonton akan dengan mudah terhubung dengan mereka.
Walaupun, di sisi lain, fokus yang diberikan pada beberapa karakter pendukung tadi justru menghambat ritme penceritaan film ini di beberapa bagian. Meski sama sekali tidak mengurangi kesolidan kualitas penceritaan secara keseluruhan, namun harus diakui bahwa banyaknya karakter pendukung dalam jalan cerita malah membuang cukup banyak durasi penceritaan.
Pada akhirnya, memang tidak banyak elemen yang dapat dibahas dari film The Naked Gun ini. Filmnya tahu betul apa harapan dari penonton. Para penontonnya juga pastinya mengerti harus berekspektasi seperti apa, dan itu pula yang filmnya berikan. Tidak kurang, tidak lebih. Sebuah hiburan sekali waktu dengan kemampuan memberi kesenangan selama sobat nonton duduk di dalam studio, lalu ketika pulang ke rumah, kontennya mungkin akan segera terlupakan, terkubur oleh penantian terhadap film-film lain yang lebih memancing rasa penasaran.