Loading your location

Review A Haunting in Venice: Konflik Sampingannya Lebih Emosional Ketimbang Cerita Utamanya

By Ekowi14 September 2023

A Haunting in Venice membawa Kenneth Branagh kembali memerankan detektif ciptaan Agatha Christie, Hercule Poirot, setelah Murder on the Orient Express dan Death on the Nile beberapa tahun lalu. Dia pun masih duduk di kursi sutradara. Tercipta paralel menarik, saat sebagai sutradara, Branagh juga terasa bak detektif dengan kejeliannya dalam mengobservasi. 

Sedangkan sobat nonton akan diposisikan layaknya murid, yang diarahkan mesti melihat ke mana. Seolah kita dilatih untuk menumbuhkan kepekaan (atau obsesi?) dalam memperhatikan perkataan karakter, maupun tindak tanduk mereka hingga detail yang terkecil sekalipun.

Tapi bukan berarti ia akan menyuapi para penonton. Saat ada karakter mengeluhkan hilangnya sesuatu, kamera tidak berfokus padanya, tapi Branagh memastikan keluhan itu terdengar. Menganggapnya informasi penting atau tidak, sepenuhnya diserahkan pada kita. Itulah mengasyikkannya A Haunting in Venice. Sebuah film detektif bercampur unsur supranatural, di mana penonton dilibatkan secara aktif.

A Haunting in Venice berlatar di kota Venice, paska Perang Dunia II, saat Hercule Poirot (Kenneth Branagh) yang sudah pensiun tiba-tiba menerima sebuah undangan untuk menghadiri acara sakral yakni pemanggilan arwah. Hercule Poirot pun mendatangi acara tersebut. Namun, saat acara berlangsung, salah satu tamu undangan terbunuh. Mantan detektif ini akhirnya kembali beraksi untuk menyelidiki kematian misterius tamu undangan tersebut.

Lantas, bagaimana kisah selanjutnya? Dapatkan Hercule Poirot menemukan misteri di balik kematian tamu tersebut?

Dengan durasi pengisahan selama 1 jam 43 menit, Branagh menghabiskan hampir setengah dari perjalanan cerita filmnya untuk memperkenalkan barisan karakternya, serta berbagai permasalahan maupun konflik yang menyertai mereka. Tentu saja, barisan permasalahan tersebut juga yang kemudian membuat tiap karakter terlihat memiliki motif maupun dorongan untuk berbuat kejahatan.

Penuturan Branagh sebenarnya mampu menyampaikan bangunan cerita yang menjadi penyokong ataupun landasan kisah misteri utama dari A Haunting in Venice dengan cukup rapi. Tapi, konsentrasi yang terpecah pada banyaknya karakter membuat banyak bagian plot pengisahan film ini menjadi gagal untuk tereksekusi dengan matang. Menarik, namun tidak pernah terasa mengikat.

Intensitas cerita A Haunting in Venice mulai terasa menanjak beriringan dengan hadirnya kematian demi kematian, ditambah dengan atmosfer horor yang ditampilkan. Mereka yang familiar dengan penuturan misteri dari karya-karya Agatha Christie tentunya telah cukup mampu untuk memahami arah pergerakan cerita film ini. Arahan Branagh dengan patuh mengikuti formula yang telah diterapkan oleh Christie. Branagh juga berhasil menghidupkan kesan kemewahan klasik yang dibawakan oleh atmosfer pengisahan film ini dengan garapan sinematografi, desain produksi, tata rias dan rambut, serta tata kostum yang meyakinkan.

Namun, mereka yang memilih untuk menyaksikan film ini guna mendapatkan ketegangan cerita akan berbagai trik dan cara yang ditelusuri oleh karakter Hercule Poirot dalam memecahkan kasus yang dihadapinya jelas akan merasa cukup kecewa. Pendalaman konflik serta karakter-karakter yang terasa cukup hambar membuat A Haunting in Venice tidak pernah dapat memperkuat presentasi misterinya.

A Haunting in Venice, anehnya, lebih terasa menarik ketika alur pengisahannya berfokus pada sejumlah konflik sampingannya. Konflik-konflik sampingan tadi selalu mampu memberikan sentuhan emosional yang seringkali terasa minim hadir pada presentasi cerita utama film ini.

Branagh sendiri masih dapat memberikan penampilan yang meyakinkan untuk dapat menghidupkan sosok Hercule Poirot meskipun penampilannya seringkali terasa ditutupi oleh penampilan-penampilan dari para karakter pendukung yang memiliki karakterisasi lebih berwarna daripada karakterisasi karakter sang detektif ikonik tersebut. Akan tetapi, secara keseluruhan, A Haunting in Venice tetaplah bisa dikatakan sebagai sebuah sekuel yang superior.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

Bila Esok Ibu Tiada
WE LIVE IN TIME
Pantaskah Aku Berhijab
Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu

COMING SOON

SEVENTEEN [RIGHT HERE] WORLD TOUR IN JAPAN : LIVE
Menghadap Tuhan
WEREWOLVES
Siksa Dunia