Review Bed Rest: Cerita Bagus, Akting Oke, Tapi...
Sebenarnya, alasan mengapa penulis mau menyempatkan diri untuk menonton film horor berjudul Bed Rest ini karena ada dua nama di dalamnya; James Vanderbilt dan Melissa Barrera. Seperti yang kita tahu, Vanderbilt merupakan salah seorang penulis skenario dengan portofolio mentereng, seperti film Zodiac, The Amazing Spiderman, hingga angsuran Scream terbaru.
Namun di Bed Rest kali ini, James Vanderbilt rupanya memilih untuk hanya duduk di bangku produser. Sedangkan nama kedua yakni Melissa, ia naik daun setelah membintangi film musikal In The Heights, dan angsuran terbaru Scream. Wajar jika ekspektasi kita dibuat melambung oleh film ini.
Bed Rest mengisahkan tentang Julie (Melissa Barrera) yang baru saja pindah ke rumah barunya. Julie rupanya sedang mengandung anak keduanya. Sebelumnya, Julie pernah mengalami kejadian tak menyenangkan yakni kehilangan bayi dalam kandungannya. Atas kejadian tersebut, Julie mengalami kesedihan dan trauma mendalam.
Sang suami, Daniel (Guy Burnet) akhirnya memiliki inisiatif untuk mengajak istrinya pindah ke rumah baru tersebut yang ada di sebuah pedesaan. Rumah tersebut sebenarnya belum layak huni karena masih dalam tahap renovasi.
Di rumah tersebut, Daniel meminta Julie untuk fokus dengan kehamilannya. Ia juga meminta agar Julie tak kembali memikirkan anak mereka yang sudah tiada.
Sayangnya, semenjak Julie dan Daniel tinggal di rumah tersebut berbagai kejadian janggal terjadi. Salah satunya adalah tatkala Julie melihat penampakan seorang anak laki-laki yang dipercaya ialah anaknya yang sudah tiada. Lantas, bagaimana kelanjutan kisah Julie dan Daniel? Mengapa Julie kerap diganggu oleh hal-hal gaib?
Sejujurnya, Bed Rest mampu menawarkan sejumlah pengisahan yang menarik akan horor yang membawakan tema cerita berbau psikologis. Memang, dalam debut penyutradarannya ini, Lori Evans Taylor tidak menghadirkan penuturan horor yang benar-benar baru maupun terasa istimewa. Meskipun begitu, sukar untuk membantah bahwa Lori Evans memiliki kemampuan yang cukup handal dalam membangun maupun mengemas tata pengisahan horornya.
Para penikmat horor jelas akan merasa familiar dengan misteri yang coba dijabarkan Lori, khususnya berkat babak pertama film yang terkesan membuka lebar lapisan kisah yang sebenarnya cukup krusial bagi bangunan misteri cerita film ini. Garapan Lori dalam mengeksekusi atmosfer serta tampilan audio maupun visual film yang lantas menjadikan perjalanan pengisahan Bed Rest menjadi jauh dari kesan menjemukan. Apalagi, ia tak bergenit-genit ria dalam menggunakan efek khusus pun dengan efek jumpscare yang memekakkan telinga.
Tapi sayangnya, seperti penyakit di banyak film horor, paruh akhir pengisahan Bed Rest cukup mengecewakan. Setelah melalui pengisahan yang tertata rapi, Lori Evans gagal untuk menemukan ide penuturan yang lebih efektif untuk dijadikan konklusi bagi filmnya. Eksekusi paruh ketiga pengisahan film ini pun terkesan begitu terburu-buru dalam menyelesaikan berbagai misteri maupun konflik yang telah dibangun di awal. Sejumlah karakter juga gagal diberikan penggalian kisah yang lugas.
Konklusi yang ditawarkan film ini tidak hanya membuat kualitas pengisahan film menjadi terpuruk, Bed Rest lantas kehilangan seluruh kemampuannya untuk dapat meninggalkan kesan yang lebih mendalam. Cukup mengecewakan memang, terlebih karena film ini mendapatkan dukungan penampilan akting yang solid dari kedua pemeran utamanya.
Secara keseluruhan, Bed Rest memang memberikan pancingan misteri yang amat menarik di awal, namun sayangnya gagal untuk memanfaatkan berbagai potensinya tersebut untuk menjadi sebuah sajian horor yang lebih apik. Try again next time, Lori Evans Taylor!