Loading your location

Review The Offering: Mencekam dan Menyeramkan!

By Ekowi02 Februari 2023

Film horor memang tiada habisnya dan akan selalu hadir karena memang akan terus ada sesuatu yang bisa dijadikan bahan untuk membuat film bergenre ini. Dan kali ini ada sebuah film horor terbaru yang diangkat dari mitos Yahudi, Abyzou.

Abyzou mungkin merupakan sosok iblis tertua dalam sejarah peradaban manusia, sehingga ada yang menyebutnya sebagai “nenek dari seluruh iblis”. Abyzou merupakan iblis betina yang dipercaya menyebabkan keguguran atau kematian bayi pada zaman dahulu kala. Konon ia membunuh janin dan bayi yang baru lahir karena rasa iri, sebab ia sendiri mandul.

Dalam mitologi Yahudi, Abyzou disebut juga dengan nama Lilith. Abyzou digambarkan memiliki sosok serupa ular. Sosok Abyzou ini pernah diangkat dalam film The Possession (2012) di mana dikisahkan iblis ini dikurung di dalam sebuah dybbuk atau lemari tempat memerangkap roh jahat.

Claire (Emily Wiseman) diajak oleh suaminya, Art (Nick Blood) untuk berkunjung ke tempat tinggal ayahnya, Saul (Allan Corduner) yang juga adalah sebuah rumah duka tempat kerja sang ayah. Art memang memiliki masa lalu yang kurang harmonis dengan ayahnya, dan kedatangannya bersama sang istri yang tengah hamil tidak serta merta membuat situasi menjadi lebih baik.

Di saat yang bersamaan, Saul menerima mayat korban pembunuhan yang juga merupakan rekan baiknya. Tanpa mereka sadari, mayat tersebut rupanya membawa iblis kuno yang mempermainkan kewarasan para penghuni rumah tersebut.

So, tantangan dalam menggarap horor dalam lingkungan yang terbatas dalam satu kurun waktu yang juga sempit dan tertutup adalah bagaimana mengembangkan kejadiannya dengan tampak natural. Tidak seperti dipanjang-panjangkan, ataupun seperti episodik. Harus juga bisa tampil tidak monoton. Singkatnya, tantangannya adalah harus bisa membangun suspens dengan berkala.

Biasanya, film-film horor yang mengincar pasar mainstream akan main aman dengan mengisi cerita tersebut dengan berbagai jumpscare dan permainan kamera yang terus menerus membuat sobat nonton berada dalam situasi “kaget-bersiap-lalu kaget lagi”.

Namun tidak dengan The Offering. Oliver Park selaku sutradara tidak lantas menyerah dan ikut-ikutan mengandalkan jumpscare semata. Oliver berusaha mengarahkan film ini bukan ke arah horor ala wahana rumah hantu, melainkan lebih ke horor yang bersifat situasional dan psikologis.

Untuk membuat situasi yang mencekam, Oliver lalu menyuruh sinematografernya untuk bermain-main dengan cahaya. Ya, film ini memang mengandalkan bayangan untuk membuat kita merasakan situasi dan perasaan yang dialami oleh karakter-karakternya.

Eksplorasi ruang-ruang rumah duka juga dilakukan dengan perlahan. Oliver Park memberikan screentime sang karakter untuk mengeksplorasi seisi rumah agar progres penceritaannya bersifat natural. Di dalam setiap ruangan yang Art dan Claire datangi, akan ada pelajaran atau development baru yang bisa sobat nonton turut pelajari. Oliver memainkannya dengan cerdas sehingga tidak terasa seperti memaksa.

Penggunaan teknologi juga merupakan bentuk geliat film ini untuk terus menggali elemen-elemen seram sekaligus karakter serta penceritaannya. Film ini berhasil memperlihatkan “keharusan” para karakter untuk terus berada di rumah tersebut. Jadi, pada saat kita menonton film ini kita pun tidak sibuk mengeluarkan emosi dan menyuruh para karakternya untuk kabur. Kita ikut merasakan setiap gerakan dan pilihan yang dilakukan bersama karakternya.

Bagi sobat nonton yang mengharapkan film ini bakal seperti horor mainstream pada umumnya, mungkin akan menganggap film ini biasa saja atau malah cenderung membosankan. Karena itu tadi, minim jumpscare dan pengembangan yang cukup lambat. Endingnya pun tidak memiliki kelok-kelokan yang berarti.

Karena kalau dilihat hanya dari permukaan luarnya saja, film ini memang akan menghasilkan reaksi “hah, cuma gitu doang?”. Padahal film ini sesungguhnya akan mengajak sobat nonton untuk menyelam ke apa yang dirasakan oleh para karakternya. Bukan hanya menyelam lewat visual, tapi juga ke perasaan batiniahnya. Hanya ketika rasa itu sudah konek ke sobat nonton, maka film ini baru akan bekerja. Baru bisa terasa amat menyeramkan.

Sobat nonton, jangan lupa bagikan tulisan ini ya!

NOW PLAYING

The Wild Robot
Lembayung
Red One
Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis

COMING SOON

Waru
Dasim
Dan Da Dan: First Encounter
Death Forest 2