Sisi Positif dan Negatif Film Tasbih Kosong
Kisah mistis yang berasal dari pulau Sulawesi Selatan kembali diangkat ke layar lebar. Kali ini, studio 786 Production dan RUMPI Entertainment mencoba peruntungannya dengan merilis film berjudul Tasbih Kosong yang terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 1995 di Makassar.
Tasbih Kosong berkisah tentang dua orang pegawai, Umar (Fritz Frederich) dan Asti (Riskyana Hidayat), yang ditugaskan oleh kantornya untuk mendata sebuah desa terpencil di Sulawesi Selatan. Desa itu adalah desa yang sebagian penduduknya masih menganut ilmu pesugihan atau pelet. Adalah sosok Pak Wahyu (Pak Desa) yang menjadi tokoh utama pesugihan.
Pak Wahyu tidak sendiri, dia bekerja sama dengan orang tua Rajeng (Daeng Mattutu dan Daeng Martina) untuk menjadikan Pak Wahyu kades selamanya di sana. Sementara Rajeng ternyata sudah diwarisi ilmu pesugihan yang ia sendiri tak mau menerimanya. Mampukah Rajeng hidup layaknya manusia biasa? Bagaimana dengan kisah cintanya bersama Umar?
Menurut penulis, film arahan sutradara Arie Achmad Buang ini tampil cukup baik. Salah satu sisi positifnya yang setidaknya berhasil menyelamatkan Tasbih Kosong adalah penataan suara dan musiknya. Dua unsur ini berhasil menciptakan nuasa horor maksimal yang dijamin bikin bulu kuduk sobat nonton merinding.
Sayangnya, di luar dua unsur tadi, film ini memiliki banyak sisi negatif. Setidaknya ada tiga hal. Pertama, Tasbih Kosong masih belum bisa menciptakan cerita yang kuat, sehingga membuat alurnya agak berantakan dan tidak cukup menguatkan antar adegannya, bahkan hingga mencapai ke endingnya.
Padahal, Tasbih Kosong pada dasarnya memiliki potensi untuk menjadi film horor yang bagus dan mencekam, namun gagal total karena gaya penceritaan yang ala kadarnya, tidak koheren, alur yang bikin pusing, dan penulisan naskah yang malas. Beberapa karakter bahkan dibuat terlihat sangat kaku yang tiap pergerakannya harus terkesan misterius untuk menekankan kalau itu horor.
Kedua, penulis merasa bahwa rumah produksi yang berasal dari daerah, khususnya di luar Pulau Jawa, masih perlu mendalami banyak hal untuk bisa mulai memproduksi sebuah film horor yang berkualitas. Ketiga, plot twist yang disuguhkan sang sutradara di akhir cerita terkesan sangat dipaksakan alias tidak menolong ceritanya secara keseluruhan.
Tetapi, terlepas dari berbagai sisi negatifnya, film-film yang mengangkat kisah lokal dari daerah-daerah di berbagai propinsi di Indonesia seperti Tasbih Kosong wajib terus didukung. Dengan begitu, sobat nonton bisa mendapatkan tontonan alternatif yang tidak melulu dari pulau Jawa.