Review Tulang Belulang Tulang: Sajian Inspiratif dan Penuh Makna
Pada tahun 2021 lalu, Direktorat Jenderal Kebudayaan dari Kemendikbudristek menyelenggarakan program Indonesiana Film guna mendukung inisiatif-inisiatif masyarakat di bidang kebudayaan, termasuk di bidang perfilman. Nah, salah satu film yang mendapat dukungan penuh dari program tersebut adalah sebuah film yang berjudul Tulang Belulang Tulang yang disutradarai oleh Sammaria Simanjuntak.
Tulang Belulang Tulang akan bercerita tentang Mami Laterina (Atiqah Hasiholan) yang membawa Tulang Belulang Sang Tulang Tua (Kakek Buyut) dari Bandung menuju Danau Toraja untuk menjalankan tradisi yang bernama Mangokal Holi. Mangokal Holi sendiri merupakan tradisi adat istiadat berupa memindahkan tulang belulang leluhur dengan membongkar makam dan mengumpulkan sisa tulang belulang, kemudian ditempatkan ke bangunan tugu.
Proses membawa Tulang Belulang Sang Tulang Tua (Kakek Buyut) yang dilakukan anggota keluarga Mami Laterina mulanya berjalan lancar. Namun ketika di bandara sebelum dibawa naik ke pesawat, tulang belulang itu hilang. Kondisi itu sontak membuat seluruh anggota keluarga Mami Laterina heboh. Dalam proses pencarian Tulang Belulang Sang Tulang Tua (Kakek Buyut), seluruh anggota keluarga Mami Laterina menemukan kembali makna dari harga diri bagi keluarga mereka.
Awalnya, penulis mengira bahwa film ini akan menjadi semacam film Little Miss Sunshine versi Indonesia karena memang tema dan dinamika keluarga yang ditampilkan cukup mirip dengan film yang ikonik tersebut. Tapi, selain penggunaan mobil VW kombi di setengah perjalanan cerita, Tulang Belulang Tulang rupanya sama sekali berbeda dengan judul yang disebutkan tadi karena film ini memiliki jati dirinya sendiri.
Untuk masalah visual, Tulang Belulang Tulang dapat dibilang mumpuni. Keindahan danau Toba dan pemandangan sekitarnya ditampilkan secara tak tanggung-tanggung. Bagi saudara-saudara kita yang bersuku Batak, menonton film ini mungkin akan langsung teringat akan kampung halamannya. Lagu-lagu yang dimainkan, komentar-komentar yang dilepaskan di sepanjang perjalanan, ditambah keindahan tadi, membuat film ini jadi sarat akan nostalgia.
Memang, beberapa pemeran baru, khususnya Tasha Siahaan dan Cornel Nadeak, belum bisa dikatakan matang dalam urusan akting. Namun Mami Laterina yang dimainkan oleh Atiqah Hasiholan, serta Tulang Ucok yang dimainkan Tanta Ginting, sudah berhasil mengkompensasi itu semua. Apalagi ditambah lakon Landung Simatupang sebagai Tulang Tua. Screentime-nya yang cukup terbatas itu rupanya sangatlah berkesan.
Membahas masalah pesan sosial-kultural, memang penulis tidak bisa banyak berkomentar. Bagi penulis, cukup percayakan saja hal tersebut pada visi dari si sutradara, Sammaria Simanjuntak. Dibuatnya film ini semata-mata adalah untuk memperkenalkan adat-istiadat, tidak dipoles-poles cantik berlebihan, dan tidak juga diangkat dengan semangat kritik bernada sinis. Semuanya dalam porsi yang pas. Dan bagi penonton awam, yakni yang tidak banyak tahu tentang adat-istiadat ataupun dinamika keluarga Batak, film ini bisa dikatakan berhasil dalam menggambarkan keduanya dengan cara yang ringan.
Pada akhirnya, jika sobat nonton ingin mencari sajian inspiratif sekaligus penuh makna, maka film Tulang Belulang Tulang adalah pilihan yang tepat. Dan tak perlu khawatir, karena film Tulang Belulang Tulang akan bisa dengan mudah disantap oleh segala kalangan, tidak hanya yang bermarga Batak saja yang dapat menikmatinya.