Review Mission: Impossible - The Final Reckoning: Penuh Intrik Seru, namun Minim Aksi
Salah satu sekuel paling dinanti tahun ini, Mission: Impossible - The Final Reckoning, sudah tayang di bioskop seluruh Indonesia sejak Rabu, 21 Mei 2025. Angsuran kedua dari Mission: Impossible - Dead Reckoning Part One ini membawa Ethan Hunt (Tom Cruise) pada medan tempur paling kompleks sepanjang kariernya karena bukan hanya musuh bebuyutan yang kembali menghantui, namun juga kecerdasan buatan (AI) yang mulai menulis ulang aturan dunia.
Gabriel (Esai Morales), sosok kelam dari masa lalu Hunt, kini memegang kendali atas The Entity, sebuah AI canggih yang memiliki potensi untuk melumpuhkan sistem global. Namun kekuatan AI itu belum sepenuhnya berada di tangannya, karena kunci pengaksesannya masih tersembunyi di reruntuhan kapal selam Rusia, Sevastopol, yang telah terkubur di dasar samudera.
Gabriel tak sendirian dalam pencarian itu. Ethan dan tim elit IMF yang dipimpin oleh Benji Dunn (Simon Pegg), Luther Stickell (Ving Rhames), serta pendatang baru Grace (Hayley Atwell) harus berpacu dengan waktu, melawan kecanggihan teknologi, tipu daya musuh, dan tekanan moral yang terus menggunung.
Menurut penulis, narasi yang diusung oleh angsuran kedelapan Mission: Impossible ini harus diakui terasa lebih modern dibanding seri-seri sebelumnya. Itu terlihat amat jelas lantaran Christopher McQuarrie selaku sutradara seakan ingin membawa topik AI yang sedang menjadi tren beberapa tahun terakhir ke dalam film ini.
Selain itu, menonton Mission: Impossible - The Final Reckoning juga akan membawa ingatan sobat nonton ke masa lalu, tepatnya di beberapa film awal Mission: Impossible. Terutama film pertama, ketika Christopher McQuarrie kembali menghadirkan sosok William Donloe (Rolf Saxon) yang saat itu perannya sangat krusial bagi Ethan Hunt. Film ini pun bakal menyinggung tentang Rabbit’s Foot yang muncul di film ketiga. Semua karakter tadi coba diceritakan melalui beberapa adegan yang muncul melalui beberapa karakter inti.
Meski begitu, harus diakui bahwa unsur aksi dalam film ini tidak sebanyak film-film sebelumnya karena sang sutradara rupanya memilih untuk menggulirkan narasi yang penuh liku-liku dan intrik yang melibatkan banyak pihak. Jadi, bagi sobat nonton yang tidak terbiasa menonton film penuh percakapan yang berdurasi lebih dari 2 jam, mungkin saja akan merasa bosan dan mengantuk saat menonton film ini.
Tapi, terlepas dari hal di atas tadi, film ini tetap mempertahankan elemen teknisnya dengan sangat baik. Sinematografi yang menampilkan lanskap pegunungan di Afrika Selatan dan hamparan es di Norwegia, membuat film ini menjadi sebuah suguhan yang dijamin akan memanjakan mata sobat nonton. Jangan lupakan pula adegan saat Tom Cruise menyelam jauh ke dalam lautan untuk mencari kapal selam Sevastopol yang meledak di film sebelumnya. Benar-benar salah satu bagian terbaik dari film ini.
Jadi, menurut penulis, penting untuk diingat bahwa Mission: Impossible - The Final Reckoning bisa menjadi tamparan bagi film-film blockbuster yang diproduksi belakangan ini. Seorang Tom Cruise seakan ingin membuktikan bahwa film-film laga dengan adegan ekstrem yang tak bergantung efek digital masih sangat digandrungi oleh banyak orang.